Saat Tursinah Meraih Sehat Di Usia Senjanya

PURWOKERTO — Gerimis sejak semalam membuat udara Kota Purwokerto dingin. Tampak sebuah becak memasuki halaman Gerai Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Purwokerto. Di dalam becak tersebut meringkuk seorang nenek berselimut sarung. Namanya Tursinah, wanita lanjut usia kelahiran sekitar 70 tahun silam, diantar oleh adiknya, Nurngaeni, yang usianya sama-sama senja, berobat ke Gerai Sehat Layanan Kesehatan Cuma-cuma Dompet Dhuafa Purwokerto.

Tursinah meringkuk dibecak yang membawanya. Sesekali kain sarung yang dibawa dari rumah dipilin-pilin dengan kedua tangannya. Pandanganya nanar tidak fokus. Senyum entah pada siapa. Ketika disuruh turun, Tursinah bergeming, “emonglah (tidak mau)” Katanya pada si pengantar. Tidak mau beranjak turun dari becak. Drama pendekpun berlanjut, dibujuk sama keponakannya yang juga turut mengantar dengan sepeda, masih juga enggan.

Melihat gelagat pasien, Dokter Wahyu, yang sejak pagi berjaga dan siap memeriksa pasien keluar. Ia menyapa ramah Tursinah dengan penuh kehangatan. Kemudian bergegas mengambil peralatan tensi dan stetoskop. Tanpa canggung, langsung memeriksa keadaan Tursinah.

“Priksane ning becak bae ya?” kata dokter Wahyu. Tursinah mengangguk, menatap tajam ke dokter selama pemeriksaan di becak.

Di usia yang tidak lagi muda, hidup Tursinah menumpang pada saudaranya. Selain menderita stroke, beliau juga menderita gangguan mental yang dialami sejak muda. Sebagai warga miskin, renta, hidup bergantung pada saudara, Tursinah tidak menerima jaminan apapun.

Melodrama panjang rakyat kecil yang jarang terpublikasi. Bukan tentang uang trilyunan, hanya tentang hari ini akan makan apa, jika sakit ini datang lagi, harus kemana. Bukan tentang hebatnya tiang listrik yang tetap berdiri tegar, tapi tentang bulan ini listrik bayar pakai apa.

Dramapun berakhir, Nurngaeni, adik dari Tursinah berkutat dengan dompet kecil berisi uang dua ribuan dan selembar sepuluh ribuan yang kumal. Tanya dirinya harus membayar berapa untuk biaya sang kakak. Kami sampaikan tidak perlu membayar. Nanti kita malah akan melakukan kunjungan ke rumah jika obat habis. Tidak perlu repot membawa sang kakak ke klinik. Ah, bahagia bagi mereka bukan sesuatu yang mewah. Dapat menyelamatkan dua puluh lima ribu rupiah hari ini saja, binar bahagia tak tertutupi. Sumringah.

Walau kepada Tursinah, Allah belum mengamanahkan suami ataupun anak yang keluar dari rahimnya.  Tetapi Allah berikan adik dan keponakan yang hebat merawatmu sampai usia senja. (Dompet Dhuafa/Titi Ngudiati LKC Purwokerto)