Kawal Regulasi UU Zakat Nasional, FOZ Dorong Evaluasi Tata Kelola

JAKARTA — Kehadiran UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ), telah membawa dampak yang cukup besar bagi perkembangan gerakan zakat di Indonesia. Yang paling terasa adalah minimumnya perlindungan hukum terhadap pengelola zakat berbasis tradisional dan komunal seperti di pesantren, masjid-masjid, karyawan perkantoran, dan lain sebagainya.

Hingga kini, menurut catatan Forum Zakat adalah sedikit sekali Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang berbasis tradisional dan komunal mendapatkan pengakuan dan pengesahan oleh negara, dengan pelbagai latar belakang kondisinya.

“Satu dekade usia UU Zakat, Forum Zakat menyoroti perlunya negara untuk hadir lebih kuat dalam melindungi beragamnya pengelolaan zakat di Indonesia, terutama bagi lembaga berbasis pesantren, karyawan perkantoran, profesional, maupun lembaga sosial lainnya. Untuk itu, evaluasi UUPZ penting adanya untuk mengulik secara obyektif kondisi existing regulasi zakat di Indonesia dengan sebuah pemantik: masihkah relevan?” ujar Bambang Suherman selaku Ketua Umum Forum Zakat.

Forum Zakat (FOZ) sebagai asosiasi Organisasi Pengelola Zakat yang beranggotakan 154 lembaga zakat berbasis masyarakat (LAZ) dan pemerintah (BAZNAS) menyelenggarakan Diskusi Publik Daring (25/2) dengan tajuk “Mengawal Regulasi Zakat Nasional: Evaluasi 10 tahun UU no. 23 tahun 2011”. Diskusi ini terjalin berkat kerjasama Forum Zakat dengan Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS).

Forum Zakat bersama dengan IDEAS telah melakukan kajian empiris atas pelaksanaan UUPZ dari kurun waktu Desember 2018 hingga April 2019. Kajian empiris ini melibatkan tidak kurang dari 161 entitas pengelola zakat, yang meliputi 101 lembaga amil zakat, 25 BAZNAS di tingkat pusat hingga kabupaten/kota, 13 Unit Pengumpul Zakat (UPZ), 9 orang Mitra Pengelola Zakat (MPZ), 9 orang dari Kementerian Agama di pusat dan wilayah, serta 4 perwakilan organisasi kemanusiaan. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan masukan yang menyeluruh kepada pemangku kebijakan dalam melakukan kajian evaluasi UU Pengelolaan Zakat.

“Menimbang kebutuhan perbaikan tata kelola zakat, Forum Zakat mendesak program legislasi nasional di tahun 2021 dapat memasukkan agenda revisi UU Pengelolaan Zakat sebagai salah satu agenda prioritas”, pungkas Nana Sudiana selaku Sekretaris Jenderal Forum Zakat.

Agenda diskusi publik dengan tajuk “Mengawal Regulasi Zakat Nasional: Evaluasi 10 tahun UU no. 23 tahun 2011” dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof. Muhajir Effendy ini, dan menghadirkan narasumber dari Komisi VIII DPR-RI, H Yandri Susanto, S.Pt. (Ketua Komisi VIII DPR RI), Rizaludin Kurniawan (Komisioner BAZNAS RI), Fitra Arsil (Akademisi Universitas Indonesia), dan Yusuf Wibisono selaku direktur IDEAS. Diskusi turut mengundang Dadang Romansyah (Pakar Audit Syariah), Setiadi Ihsan (GM LAZ Bakrie Amanah), dan Irfan Junaidi (Pemred HU Republika) dan dimoderatori oleh Galeh Pujonegoro (Forum Zakat).

Dalam kesempatan diskusi tersebut, salah satu narasumber, Dr. Fitra Arsil dari Universitas Indonesia menegaskan bahwa zakat adalah hak yang melekat pada warga negara. Untuk itu, peran negara adalah memastikan pengelolaan zakat berjalan dengan tertib, transparan, dan akuntabel. Negara tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa yang berhak atau tidak berhak mengelola zakat.

Sementara Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono, menyatakan bahwa UU Pengelolaan Zakat telah gagal menjalankan fungsi rekayasa sosial untuk menguatkan sektor amal nasional, terlebih lagi fungsi kemudahan atau pemberian insentif bagi perkembangan zakat nasional. H. Yandri Susanto, Spt. selaku Ketua Komisi VIII DPR-RI sendiri menyatakan komitmennya untuk perbaikan tata kelola zakat. Hal ini ditunjukkan dengan komitmen Komisi VIII DPR-RI memasukkan revisi UU Pengelolaan Zakat dalam program legsilasi nasional 2019-2024. (Dompet Dhuafa / Bani Kiswanto)