Kemana Kami Harus Kembali?

LEBAK, BANTEN — Genap sebelas hari atau hampir 2 pekan, para pengungsi korban bencana banjir bandang Lebak bertahan di pos pengungsian Dompet Dhuafa yang berlokasi di Pondok Pesantren Darul Mustafa, Kampung Hamberang, Desa Luhur Jaya, Kecamatan Cipanas, Lebak. Hari kesebelas tersebut, menyajikan data terakhir, terdapat 455 jiwa pengungsi dari 115 KK, terdiri dari 231 perempuan dan 224 Laki-laki dengan anak-anak berjumlah 55 orang dan 58 balita. Tentu itu bukan jumlah yang sedikit, mereka kehilangan rumah, kehilangan keluarga, kehilangan kesempatan sekolah dan keceriaan yang mestinya mereka dapatkan.

Padu Sabtu, 11 Januari 2020, Kondisi di Lebak, Banten, patut menjadi renungan bersama. Gerimis yang masih rajin menyiram Lebak, tim relawan menemukan sosok yang sedang tergopoh sambil teriak memanggil anaknya yang mungil, usianya sekitar 1,5 tahun. Anak tersebut sedang berguling ria di genangan air dekat tenda yang rencananya menjadi tempat sementara pengungsi kedepannya. Tentunya setelah pondok pesantren tempat yang digunakan sekarang, memulai kegiatan belajar mengajar, seusai dua pekan libur semester ganjil.

Ibu tersebut bernama Sani. Ya, Sani bersama suami dan 3 anaknya menjadi pengunsi di pos Dompet Dhuafa sejak awal. Ia bercerita bagaimana pukul 05.30 WIB pagi, longsor mulai melanda kampungnya, di Kampung Cigobang. Air hujan di selokan rumah yang biasanya jernih menjadi keruh kental, suara kentongan bergema diiringi teriakan pak RT yang memerintahkan warganya untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi dan aman. Kepanikan sangat terasa, bumi bergoyang, suara bukit menjelang longsor berderak, katanya berdebum seperti suara bom dalam film-film perang. Setelah itu, ia melihat rumahnya rata tertutup tanah, ada sebagian rumah tetangganya yang hanya hancur dan tertimbun separuh. Namun jelas, kampung tersebut tak bisa dijadikan tempat kembali, apalagi rumah mereka, semua sudah luluh lantak tak terselamatkan.

"Saya dan keluarga bingung mau pulang kemana? Rumah hilang, usaha dan kerja juga tidak, suami pun hanya bisa di pengungsian dan tidak bisa mencari uang. Sementara hidup harus berjalan seperti biasanya," ucap Sani, dengan mata berkaca-kaca.

Sempat terselip rasa terima kasih untuk Dompet Dhuafa yang merawat dan memenuhi kebutuhannya, dari mulai dapur umum, pos hangat, dampingan psikososial, taman ceria, semua terlayani dengan baik. Sampai kapan mereka akan terus di sini, siapa yang akan kita andalkan, pemerintah Provinsi Banten atau Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak?

"Rasanya pemerintah masih gagap terhadap bencana, tsunami Selat Sunda yang setahun lalu saja belum jelas kelanjutannya. Bahkan kini 115 KK tak mungkin kembali ke ruamahnya. Patinya, mereka yang terdampak bencana tersebut butuh rumah sementara (rumtara). Sampai mereka bisa bangun rumah sendiri. Lokasinya mungkin pemerintah dapat memikirkannya. Kami juga mengajak orang-orang baik nan dermawan, ayo wujudkan rumah sementara bagi mereka. Karena inti dari pertanyaan keluarga Sani siang itu adalah, kemana kami harus kembali?" jelas Mokhlas Pidono, selaku Pimpinan Dompet Dhuafa Cabang Banten langsung dari lokasi pengungsian. (Dompet Dhuafa/Mokhlas)