Nenek Empin Bawa Bambu Runcing Saat Antar Makanan (Kisah Veteran Kemerdekaan – Bagian Satu)

SIARAN PERS, BEKASI, JAWA BARAT — Mungkin masih banyak yang belum tahu, kenapa Kota Bekasi dijuluki dengan Kota Patriot. Banyak tumpahan darah untuk bisa menjelaskannya dengan gamblang. Namun, akan lebih mudah memahami perjuangan para pahlawan, dengan mendengar langsung dari pelaku perjuangan itu.

Jauh sebelum marak yang mendengungkan emansipasi wanita, ada gadis 17 tahun yang berani terjun di medan perang. Ialah Nenek Empin (92), salah satu pahlawan yang masih hidup hingga hari ini. Bila anda malas membaca sejarah dari buku-buku, bisa langsung berbincang dengan Nenek Empin untuk mendengar bagaimana dia dulu ikut berperang. Selasa pagi (11/8/2020), di pinggiran Kota Bekasi, ingatan beliau terbang kembali pada tahun 1945.

“Kalau saya dulu, tugasnya di dapur. Membuat makanan untuk prajurit-prajurit yang ikut perang di pron (medan perang),” buka Empin.

Jangan anggap remeh dulu, karena bukan sekedar memasak, tapi Empin memasak di medan perang. Sahut menyahut peluru lewat, ledakan geranat, teriakan kesakitan, sudah biasa bagi Empin saat sudah di lapangan. Ancaman sergapan lawan, atau sekedar peluru nyasar bisa kapan saja menjemput ajalnya.

Bahkan, Empin sampai harus membawa bambu runcing sebagai bekal mengantarkan bungkusan nasi untuk prajurit di medan perang. Bukan sampai disitu, dia juga sampai harus jalan merayap tanah, sebagai antisipasi peluru nyasar.

“Perjalanan ke pron (medan perang) itu juga susah. Harus bawa bambu runcing. Saat nganter makanan kalau ada yang menembak, ya kita ikut jalan ngerayap di tanah, kalau berdiri bisa kena tembak sama Belanda,” tuturnya.

Usianya yang sudah hampir satu abad, tidak membuat Nenek Empin lupa akan masa lalunya. Beliau nampak aktif bercerita, dan cukup komunikatif. Badannya juga nampak sehat, dan masih sangup berjalan, memasak, dan berbagai kegiatan di masa pensiunnya. Nenek Empin hanya satu diantara banyak pahlawan yang masih hidup hingga hari ini.

“Saya tidak tahu, kawan-kawan nenek sudah banyak yang dipanggil (wafat), tapi ko nenek masih aja diberi hidup,” aku Empin, yang mencoba mengingat beberapa teman seperjuangnya. (Dompet Dhuafa/Zul)