Karena Banjir Bandang, Sobari Tak Jadi Ikut Olimpiade (Bagian 1)

SIARAN PERS, LEBAK, BANTEN — Walau sudah sore, riuh ramai pengungsian di Ponpes Darul Mustofa masih terdengar. Berbagai orang nampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Beberapa relawan sibuk memasak menu makan malam di Dapur Umum (DU). Penyintas nampak terburu-buru mengangkat jemuran, sambil menengok langit yang sedikit mendung.

Paling ramai tentu di aula terbuka, tempat anak-anak penyintas belajar dan bermain. Dipandu oleh guru relawan Dompet Dhuafa, puluhan anak penyintas degan seksama membenarkan bacaannya. Usut punya usut, ternyata sedang jadwalnya anak penyintas belajar mebaca Al-Quran. Salah satu yang nampak serius ialah Sobari.

Muhammad Sobari (14), adalah murid kelas 5 SDN 2 Ciladaeun, Lebak, Banten. Bocah laki-laki bungsu dari 8 bersaudara tersebut, nampak seperti anak seumurannya. Tetapi yang membuat ia berbeda ialah keinginannnya dalam belajar. Tidak seperti anak laki-laki lain biasanya. Sobari, begitu ia sering disapa, ternyata lebih suka dengan mata pelajaran matematika.

“Aku paling suka matematika kak,” akunya dengan nada malu-malu.

Karena hobi hitung-menghitungnya tersebut, Sobari direncanakan mewakili sekolahnya untuk perlombaan olimpiade matematika sekolah dasar se-Kabupaten Lebak. Namun sayang, belum sempat ia beradu ilmu, banjir bandang datang menghujam rumahnya. Lebih sedih lagi, banjir bandang ikut meluluhlantahkan sekolahnya. Impian mengikuti perlombaan hitung-menghitung harus ia pendam sementara waktu.

“Sudah mau ikut lomba, tapi belum mulai malah sudah banjir,” curhatnya, sambal membenarkan kerah baju pramuka yang belum sempat ia ganti. (Dompet Dhuafa/Zul)