Akhir-akhir ini, masyarakat dihebohkan dengan pembahasan soal hukum waris dalam Islam. Hal ini dikarenakan social media banyak membahas salah satu almarhum-almarhumah pasangan suami istri public figure yang meninggal dan masih meninggalkan anak yang masih kecil. Hukum waris dan hak pengelolaannya menjadi masalah yang sepertinya tidak kunjung selesai. Bagaimanakah sebenarnya pengaturan hukum waris dalam Islam itu sendiri?
Prinsip Warisan dalam Islam
Warisan adalah salah satu aspek dalam Islam yang juga diatur dan diperhitungkan. Aturan tentang warisan memang sangat penting untuk diperhatikan, karena menyangkut hubungan keluarga, saudara, dan kemaslahatan setelah orang yang memiliki harta meninggal dunia.
Tentu saja mengenai hukum waris dalam Islam tidak hanya dipelajari oleh orang-orang yang sudah berusia, namun juga untuk seluruh kalangan usia untuk memperhitungkan dan mempersiapkan sebelumnya. Walaupun pembahasan mengenai waris ini cukup sensitif dalam sebuah keluarga, namun sebagai umat Islam wajib kita untuk mempelajarinya agar bersikap adil dan sesuai dengan syariah.
Pengertian Waris dalam Islam
Warisan dalam Islam adalah aturan yang dibuat untuk mengatur pengalihan atau perpindahan harta dari seorang yang telah meninggal kepada orang atau keluarga yang disebut juga sebagai ahli waris.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 dijelaskan tentang waris yaitu “Hukum waris Islam sepenuhnya adalah hukum yang dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian setiap ahli waris”.
Untuk itu, hukum waris Islam juga menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris, jumlah bagiannya, hingga jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya nanti.
Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Hukum Waris
Dalam Al-Quran, ada beberapa ayat yang mengatur dan menyebutkan soal waris. Beberapa diantaranya adalah QS Al-Baqarah ayat 180 dan QS An-Nisa Ayat 11-12.
Dalam ayat ini ditekankan bahwa seseorang yang hendak menjemput ajal hendaknya membuat wasiat terlebih dahulu. “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa” (QS Al-Baqarah 180).
Dari ayat ini dijelaskan bahwa membuat wasiat menjadi sebuah kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa. Hal ini juga menghindari perpecahan, perkelahian antar sesama keluarga dan saudara saat yang memiliki harta sudah meninggal. Untuk itu, membuat wasiat juga bisa dilakukan jauh hari walaupun belum menemui sakaratul maut.
Sedangkan dalam QS An-Nisa ayat 11-12, “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa: 11)
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS An-Nisa: 12)
Dari kedua ayat di atas, juga disebutkan bahwa kedudukan hukum waris dalam Islam sangat penting. Sehingga harus didahulukan sebelum dilakukan pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya nanti.
Pengelompokkan Ahli Waris dalam Hukum Islam
Dalam hukum waris Islam, terdapat kelompok ahli waris yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pengelompokan ahli waris ini diatur dalam Pasal 174. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Darah
- Golongan pria, yaitu ayah, anak pria, saudara pria, paman, dan juga kakek.
- Golongan wanita, yaitu ibu, anak wanita, saudara wanita, dan juga nenek.
Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Perkawinan
- Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda.
- Namun bila para ahli waris ada, yang paling berhak mendapatkan waris ialah anak, ibu, ayah, dan juga duda atau janda.
Untuk urutan ahli waris, sebagai berikut:
- Anak pria
- Anak wanita
- Ayah
- Ibu
- Paman
- Kakek
- Nenek
- Saudara pria
- Saudara wanita
- Janda
- Duda
Ada juga penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam Hukum Waris Islam menjadi tiga kategori:
- Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang mendapat pembagian pasti. Terdiri dari, anak wanita, ayah, ibu, istri (janda), suami (duda), saudara pria atau saudari wanita seibu, dan saudara wanita kandung (seayah).
- Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, terdiri dari : Anak pria dan keturunannya, Anak wanita dan keturunannya (bila bersama anak pria), Saudara pria bersama saudara wanita (bila pewaris tidak memiliki keturunan dan ayah), Kakek dan nenek, Paman dan bibi (baik dari pihak ayah maupun ibu, dan keturunannya)
- Kelompok ahli waris pengganti diatur pada Pasal 185 dalam hukum waris Islam KHI, yang mana berbunyi: Ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewaris nya.
Selengkapnya mengenai hukum waris, sahabat bisa mempelajari detailnya melalui Kompilasi Hukum Islam dan membaca undang-undang yang terkait hal tersebut. Hal ini dikarenakan dalam Al-Quran dan hadits belum secara detail mengurus teknisnya dan hanya sebatas prinsip-prinsip umumnya saja.