Wajibkah Membayar Zakat untuk Orang yang Terlilit Hutang

hutang-belum-lunas

Hutang memang sangat membebani kehidupan manusia, apalagi jika sampai terlilit. Biasanya jika sudah terlilit, kita akan sulit untuk melunasi dan sulit keluar dari jeratannya. Namun terkadang walaupun terlilit hutang atau memiliki hutang dengan jumlah tertentu, seseorang bisa saja masih memiliki harta atau aset berharga.

Di sisi lain, Zakat adalah rukun Islam yang wajib untuk dilaksanakan. Di masa Rasulullah SAW dan sahabat, zakat menjadi penunjang dan penggerak kemajuan Islam. Dalam QS Al-Baqarah ayat 43 juga disebutkan, “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk”.

Lantas bagaiamanakah hukum membayar zakat bagi orang yang terlilit hutang? 

Gharimin adalah Orang yang Berhak Menerima Zakat

Di dalam Al-Quran, jelas disebutkan bahwa orang yang terlilit dalam hutang dan sudah jatuh tempo atau disebutnya dengan gharimin, ia tidak wajib membayar zakat. Dalam status tersebut mereka sebenarnya berhak untuk diberikan zakat (baik zakat fitrah atau mall). Hal ini dikarenakan orang-orang yang termasuk gharimin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bisa saja dia juga memang fakir miskin, ditambah lagi adanya hutang yang memberatkan.

Tunaikan Kewajiban Zakat di Akhir Ramadan

Dilansir dari laman Islamico, para ulama membagi gharimin menjadi dua kategori. 

1. Gharimin Kategori Pertama

Orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak mampu membayarnya dengan cara apapun, walau sudah menjual barang, atau dengan cicilan. Kategori ini, sama halnya dengan fakir miskin dan mereka berhak menerima zakat karena hartanya tak ada yang bersisa.

2. Gharimin Kategori Kedua

Orang yang berhutang untuk kemaslahatan misalnya seperti yayasan yatim piatu, pesantren, sekolah non profit, dsb. Imam Nawawi juga menyampaikan orang yang membantu jalannya rekonsiliasi pasca konflik sama halnya dengan kategori ini. 

Baca Juga: Selain Gharimin, Inilah 7 Golongan Lain yang Berhak Menerima Zakat

Para ulama dalam kasus tertentu memiliki perbedaan pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa jika hutang yang dimiliki dan sudah jatuh tempo namun dilakukan dalam rangka maksiat, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan zakat. Hal ini karena kemaksiatan tentu bukan bagian dari dari Islam. 

Dari apa yang disampaikan Al-Mawardi, ada beberapa pendapat ulama terkait hal tersebut. 

  1. Zakat tidak boleh diberikan pada orang yang menggunakan hutang untuk bermaksiat, karena khawatir akan digunakan kembali untuk maksiat
  2. Mereka tetap berhak, karena hutang harus ditunaikan. Perbuatan maksiatnya harus diputuskan dengan hukum dan harus bertaubat. 
  3. Jika memang telah bertaubat dan keluar dari kemaksiatan dan berkomitmen untuk berubah maka diperbolehkan jika tidak maka haram hukumnya diberikan kepada orang tersebut

Dari sini saja kita bisa melihat bahwa fungsi zakat sangat besar kaitannya dengan sosial dan kestabilan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, wajib hukumnya bagi umat Islam yang sudah masuk hartanya pada nishab harus berzakat

Pengertian Hutang dan Kesepakatan Ulama

Namun, di zaman yang serba maju dan modern saat ini, orang yang terlilit hutang bisa saja berbeda konteksnya dengan zaman dulu. Terkadang, ada juga pengusaha yang banyak sekali hutangnya, namun ia masih kaya karena hartanya masih ada banyak yang tersimpan. Selain itu, hutangnya pun bukan untuk kebutuhan pokok.

Untuk itu akan kita perdalam lagi pembahasannya, tentang orang-orang yang mungkin masih memiliki kemampuan berzakat, masih ada hartanya, namun juga masih memiliki hutang.

Dilansir dari situs Almanhaj, hutang tetaplah hutang. Yang dimaksudkan dalam kasus ini, semua jenis hutang baik yang diakibatkan perbuatan yang merusakkan atau menghilangkan barang orang lain atau hutang yang diakibatkan oleh transaksi. Misalnya saja, jual beli, atau mungkin mahar dalam akad nikah yang belum dibayarkan.

Ulama dalam hal ini jika seseorang memiliki harta yang mencapai nishab dalam waktu lebih dari satu tahun, namun ia masih memiliki terlilit hutang kepada orang lain, maka para fuqaha sepakat:

  • Hutang tidak menghalangi kewajiban zakat jika hutang tersebut tidak mengurangi jumlah harta dari nishab. Artinya ia masih berkewajiban zakat seperti biasanya dan muslim lainnya yang tidak berhutang
  • Hutang tidak menghalangi kewajiban zakat juga, bila hutang tersebut menjadi tanggungan orang yang berhutang setelah kewajiban zakat datang 

Untuk itu, butuh kesadaran dan kebesaran hati dari setiap orang untuk mau membayar zakatnya. Tentunya zakat 2,5% dari harta yang sudah kena nisab selama satu tahun, tidak akan membuat kita jatuh miskin dan terpuruk. Jika memang memiliki hutang, namun kita masih bisa membayar kewajiban zakat, maka bayarlah kewajiban tersebut.

Jangan membuat diri kita merasa miskin, karena sesungguhnya Allah SWT akan memberikan nikmat dan rezeki yang tidak diduga-duga.