300 Hari Genosida, Hari Dukungan Internasional untuk Tahanan Palestina

Aksi solidaritas, gemakan kebebasan Palestina

Tanggal 3 Agustus 2024 menjadi hari di mana genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina mencapai hari ke-300, terhitung sejak 7 Oktober 2023. Sebelum kepergiannya pada 31 Juli 2024, Ismail Haniyeh, Kepala Politik Hamas, menyerukan agar tanggal 3 Agustus dijadikan sebagai Hari Dukungan Internasional terhadap Tahanan Palestina.

Pada Sabtu (3/8/2024), Lembaga Hak-Hak Tahanan dan Warga Palestina di seluruh dunia berdiri dalam solidaritas yang sama untuk mendukung warga Palestina yang ditahan oleh Israel. Hari itu didedikasikan untuk menyoroti kejahatan Israel dan pelanggaran hak-hak tahanan Palestina, serta genosida yang masih terus berlanjut hingga kini, di Gaza.

Aksi Brutal Israel

Kebrutalan sistematis secara rahasia yang dilakukan Israel terhadap tawanan Palestina di penjara-penjara milik Israel harus diungkap. Sejak 7 Oktober 2023, para tawanan Palestina telah mengalami kejahatan-kejahatan yang mengerikan. Tak lama setelah Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengumumkan bahwa Israel memutus pasokan makanan, air, listrik, dan bahan bakar ke Gaza, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, juga melancarkan aksinya terhadap tawanan politik Palestina dan tahanan yang ditahan di penjara dan kamp Israel.

Sejak itu, tentara dan dinas keamanan Israel melancarkan kampanye penangkapan massal, yang membuat 9.800 warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur ditahan. Setidaknya ada 335 wanita dan 680 anak-anak yang ditangkap. Lebih dari 3.400 orang dimasukkan ke dalam penahanan administratif–ditahan tanpa batas waktu dan tanpa dakwaan, termasuk 22 perempuan dan 40 anak-anak. Jumlah tahanan administratif belum pernah mencapai angka sebanyak ini sejak tahun 1967.

Baca juga: Dompet Dhuafa dan Koalisi Masyarakat Sipil Gemakan Kebebasan Palestina

Penyiksaan Terhadap Tawanan Palestina

Ketua Komisi Urusan Tahanan Palestina, Qadura Fares, menyatakan dalam sebuah rilis di media Al-Jazeera bahwa Israel menangkap warga Palestina dalam jumlah yang tidak diketahui di Jalur Gaza, mungkin melebihi ribuan. Mereka ditahan berdasarkan Undang-Undang Penahanan Pejuang yang Melanggar Hukum Tahun 2002, yang memungkinkan tentara Israel menahan orang tanpa mengeluarkan perintah penahanan.

Di bawah perintah Menteri Keamanan Nasional Israel, kondisi yang sudah parah di penjara-penjara Israel jadi makin buruk. Otoritas penjara mengurangi jatah makanan dan air secara drastis, menutup toko-toko kecil tempat para tawanan Palestina bisa membeli makanan dan kebutuhan lainnya. Mereka juga memutus aliran air dan listrik, bahkan mengurangi waktu yang dialokasikan untuk menggunakan kamar kecil. Para tahanan juga dilarang mandi, yang mengakibatkan penyebaran penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan kulit seperti kudis.

Ada beberapa laporan bahwa para tawanan Palestina tidak mendapatkan perawatan medis. Kekurangan gizi dan dehidrasi sistematis yang dihadapi para tawanan telah memakan korban. Beberapa yang dibebaskan meninggalkan pusat-pusat penahanan dalam kondisi fisik yang mengerikan. Bahkan, Mahkamah Agung Israel memutuskan bahwa senjata makanan seperti itu “tidak dapat diterima”. 

Penggunaan penyiksaan, termasuk pemerkosaan dan pemukulan, juga meluas. Ada laporan-laporan yang mengejutkan tentang para sipir penjara yang mengencingi para tahanan, menyiksa mereka dengan sengatan listrik, dan menggunakan anjing untuk melakukan penyerangan seksual terhadap mereka. Bahkan, ada kesaksian tentang pasukan Israel yang menggunakan tawanan Palestina sebagai perisai manusia selama pertempuran di Gaza.

Penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya yang dilakukan secara sistemik diprediksi sudah sampai pada tindakan pembunuhan di luar hukum. Menurut laporan terbaru dari media Haaretz, 48 orang Palestina meninggal di pusat-pusat penahanan. Salah satunya adalah Thaer Abu Asab (38), ia dipukuli secara brutal oleh sipir di Penjara Ketziot Israel, kemudian meninggal karena luka-lukanya.

Gambar menunjukkan dinding penjara Israel.
Seorang penjaga penjara berdiri di penjara Gilboa di Israel utara, Senin (6/9/2021). (Dok: AP/Sebastian Scheiner via Republika)

Kesaksian Tindakan Brutal di Penjara

Staf medis Israel yang bekerja di pusat penahanan itu bersaksi bahwa kondisi di dalam tahanan tempat para tawanan Palestina berada sangat mengerikan. Para tawanan dilaporkan sering dioperasi tanpa anestesi, beberapa di antaranya bahkan harus diamputasi karena mereka dipasung selama tidur atau saat menerima perawatan.

Orang-orang Palestina yang telah dibebaskan dari pusat penahanan Abu Ghraib dan Guantanamo mengatakan bahwa apa yang mereka alami di dalam tahanan lebih mengerikan daripada apa yang mereka dengar. Di sana, pasukan Amerika juga ikut menyiksa para tawanan dan menghilangkan secara paksa orang-orang Arab dan muslim lainnya.

Mereka juga bersaksi bahwa beberapa tahanan dibunuh lewat penyiksaan dan pemukulan yang kejam. Seorang tahanan dari Betlehem, Moazaz Obaiat, yang dibebaskan pada bulan Juli, menduga bahwa Ben-Gvir juga ikut menyiksanya secara langsung.

Baca juga: Warga Palestina Dibantai saat Antre Makanan, Tapi Dunia Tak Berdaya Hentikan Kebengisan Israel

Bersikukuh Lakukan Genosida

Meski Israel telah mendapat kecaman dari berbagai organisasi HAM dunia, Ben-Gvir dan anggota koalisi pemerintahan Israel lainnya tetap melanjutkan tindakan melanggar hukum ini.

“[Tawanan] harus dibunuh dengan tembakan di kepala dan RUU untuk mengeksekusi tawanan Palestina harus disahkan pada pembacaan ketiga di Knesset […] Hingga saat itu, kami akan memberi mereka makanan yang minim untuk bertahan hidup. Saya tidak peduli,” kata Ben-Gvir pada 1 Juli 2024.

Dengan menggunakan penahanan massal, Israel secara sistematis telah menghancurkan tatanan sosial, ekonomi, dan psikologis Palestina sejak tahun 1967. Sejak saat itu, sudah ada lebih dari satu juta warga Palestina ditangkap, ribuan orang disandera dalam jangka waktu lama di bawah penahanan administratif, dan 255 tahanan tewas di penjara-penjara Israel.

Hari Dukungan Internasional untuk Tahanan Palestina

Kejahatan Israel terhadap warga Palestina tidak dimulai pada bulan Oktober 2023, namun ‘serangan’ ini merupakan kelanjutan dari proses sistematis pembersihan etnis, pemindahan paksa, dan apartheid yang mereka mulai bahkan sebelum tahun 1948.

“Inilah sebabnya pada tanggal 3 Agustus, kami mendesak dunia untuk secara kolektif memprotes kejahatan pendudukan Israel dan undang-undang rasis, dan kami menyerukan kepada pemerintah untuk menjunjung tinggi kewajiban hukum mereka untuk mencegah kejahatan tersebut terjadi,” tegas Qadura Fares, Ketua Komisi Urusan Tahanan Palestina.

“Kami juga menyerukan kepada serikat pekerja, universitas, parlemen, dan partai politik untuk berpartisipasi secara efektif dalam acara berskala besar, demonstrasi, dan kampanye digital sebagai solidaritas terhadap tawanan politik Palestina,” pungkasnya. (RQA)

MARI SAMA-SAMA JAGA PALESTINA!