Ini 8 Aturan Puasa Ramadan yang Sebenarnya Keliru, Simak Deh!

Islam telah menetapkan aturan yang jelas tentang puasa di bulan Ramadan. Namun, seiring waktu berbagai mitos dan kesalahpahaman mulai berkembang di masyarakat. Sejumlah aturan puasa Ramadan yang telah diyakini oleh banyak orang ternyata tak punya dasar yang kuat dalam syariat Islam. Bahkan, bisa menyulitkan puasa Ramadan yang sedang kita jalani. Misalnya menjadikan waktu imsak sebagai batas akhir untuk makan sahur. Nah, dalam artikel ini akan dibahas beragam aturan puasa Ramadan yang sering kali dianggap benar, padahal keliru. Apa saja?

Aturan Puasa Ramadan yang Keliru

1. Menentukan 1 Ramadan dengan Ilmu Hisab

Sahabat, tahukah kamu bahwa menentukan masuknya bulan Ramadan atau 1 Ramadan dengan ilmu hisab adalah keliru? Ya. Hal ini merupakan sebuah kesalahan besar yang bertolak belakang dengan Al-Qur’an dan sunah Rasulullah Saw.

Dalam salah satu ayat di surah Al-Baqarah, Allah Swt menerangkan bagaimana cara untuk mengetahui awal bulan Ramadan, yakni dengan cara mengamati bulan.

“Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan (datangnya) bulan itu, hendaklah ia berpuasa.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Sejalan dengan ayat di atas, Nabi Muhammad Saw juga menegaskan dalam sebuah hadis:

“Berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berbukalah kamu, karena melihat bulan. Apabila tertutup bagi kamu (disebabkan cuaca yang berawan), maka sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Berdasarkan ayat dan hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa cara untuk mengetahui awal bulan Ramadan adalah dengan melihat atau menyaksikan hilal, bukan menghitung hari, menghisab, dan yang lainnya.

2. Mempercepat Makan Sahur

Sebagian orang tak jarang mengawalkan makan sahurnya sebelum pergi tidur karena takut terlewat waktu sahur dan tidak makan sama sekali. Namun, hal ini sebenarnya keliru. Sebab, bertentangan dengan sunah Rasulullah Saw yang mengakhirkan makan sahurnya.

“Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra bahwa Zaid bin Tsabit ra berkata: ‘Kami makan sahur bersama Nabi Saw, kemudian beliau bangkit untuk melaksanakan salat (Subuh)’. Aku bertanya, ‘Berapa lama jarak antara sahur dan salat Subuh?’ Zaid menjawab, ‘Sekitar (bacaan) 50 ayat’.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Saw tidak memajukan makan sahurnya, tetapi beliau mengakhirkannya hingga menjelang waktu Subuh. Selain itu, terdapat keberkahan tersendiri di waktu sahur, sehingga kita dianjurkan bangun untuk makan di waktu sahur.

“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat keberkahan.”
(HR. Bukhari & Muslim)

3. Menjadikan Imsak sebagai Batas Waktu Sahur

Aturan ini tertancap cukup dalam di benak umat muslim, khususnya di Indonesia. Sahabat pasti sering mendengar tanda-tanda imsak seperti suara sirine, bedug, pemberitahuan oleh DKM masjid lewat speaker, dan sebagainya, sebagai tanda sudah masuk waktu imsak. Biasanya suara-suara ini mulai terdengar sekitar seperempat jam sebelum azan Subuh.

Padahal imsak bukanlah tanda waktu sahur telah berakhir. Hanya azan Subuh lah yang menjadi tanda bahwa waktu sahur telah berakhir. Namun memang imsak digunakan muslim Indonesia sebagai bentuk kehati-hatian. Tujuannya agar kita tahu bahwa waktu sahur akan habis, sehingga kita bisa bersiap untuk menyelesaikan makan dan minum saat sahur.

“…makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…”
(QS. Al-Baqarah: 187)

“Sesungguhnya bilal azan pada malam hari, maka makan dan minumlah sampai kalian mendengar seruan azan Ibnu Ummi Maktum.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Ayat dan hadis di atas menunjukkan bahwa batas akhir waktu sahur adalah azan kedua, yaitu azan untuk salat Subuh. Inilah yang seharusnya dipegang umat muslim, menjadikan azan Subuh sebagai batas terakhir makan sahur dan meninggalkan tanda imsak yang tidak pernah dikenal oleh Rasulullah Saw juga para sahabat.

4. Melafazkan Niat Puasa di Waktu Sahur

Ini juga merupakan perkara yang salah, karena waktu niat tidak dikhususkan pada makan sahur saja. Bahkan, niat puasa Ramadan bisa dilakukan sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Melafazkan niat juga perkara baru dalam agama Islam yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya.

“Barangsiapa yang tidak menetapkan niat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah)

Hadis ini menunjukkan bahwa niat puasa Ramadan harus sudah ada sebelum fajar, namun tidak harus diucapkan secara lisan atau dilakukan tepat saat sahur. Dalam Islam, niat itu tempatnya di hati. Selama seseorang sudah berniat dalam hatinya sejak malam, maka itu sudah dianggap sah. Sekalipun ia tidak mengucapkannya, namun ada kesadaran bahwa ia akan berpuasa esok hari, maka itu sudah termasuk niat.

Baca juga: Ramadan Menghitung Hari, Persiapkan 4 Hal Ini Sebelum Puasa

5. Berkumur dan Menghirup Air Wudu Batalkan Puasa

Keyakinan ini juga merupakan kesalahan yang banyak terjadi di kalangan kaum muslim. Mereka menganggap bahwa berkumur-kumur dan menghirup air saat wudu dapat membatalkan puasa. Padahal, berkumur dan menghidup air adalah perkara yang disunahkan dalam syariat Islam sebagaimana hadis:

“Dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air ke hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa.”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i)

Hadis di atas menunjukkan bahwa berkumur dan menghirup air ke hidung tetap disunahkan saat berwudu sekalipun kita sedang dalam keadaan berpuasa. Namun, perlu diingat bahwa tidak berlebihan agar tidak membatalkan puasa apabila air sampai tertelan.

6. Tidak Boleh Menelan Ludah

Syariat Islam tidak melarang seorang muslim menelan ludah saat puasa. Menelan ludah tidak membatalkan puasa, karena ini sesuatu yang alami dan tidak dapat dihindari. Para ulama pun sepakat bahwa menelan ludah yang masih ada di mulut tidak membatalkan puasa, selama itu adalah ludah murni dan tidak dicampur dengan sesuatu yang lain, seperti makanan, minuman, atau dahak yang sudah keluar ke bibir lalu ditelan kembali.

Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan, “Jika seseorang menelan ludahnya sendiri yang masih dalam mulutnya, maka hal itu tidak membatalkan puasa, karena sulit untuk menghindarinya”. Namun, jika seseorang sengaja mengumpulkan ludah dalam mulut lalu menelannya, sebagian ulama memakruhkannya, tetapi tetap tidak membatalkan puasa.

7. Mencicip Makanan Membatalkan Puasa

Sahabat, pernahkah kamu ragu mencicipi makanan atau masakan saat puasa? Nggak apa-apa lho! Hal ini dibolehkan dalam Islam, sepanjang kita menjaga agar makanan itu hanya sampai sampai lidah dan tidak sampai ke tenggorokan atau tertelan.

Dalil yang mendukung hal ini berasal dari perkataan sahabat Ibnu Abbas ra:

“Tidak mengapa seseorang mencicipi makanan dari panci atau sesuatu lainnya, selama tidak masuk ke tenggorokan.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah)

8. Bayar Fidyah Sebelum Utang Puasa Terjadi

Misalnya, seorang wanita yang sedang hamil enam bulan tidak akan berpuasa selama bulan Ramadan. Kemudian, ia membayar fidyah untuk 30 hari sebelum Ramadan tiba atau di awal Ramadan. Nah, ini adalah perkara yang salah, karena kewajiban membayar fidyah dibebankan atasnya apabila seseorang telah meninggalkan puasa.

Baca juga: Niat Puasa Bayar Hutang Ramadan dan Caranya

Itulah delapan hal yang dipercaya sebagai aturan puasa Ramadan, namun sebenarnya keliru. Sahabat, kini kita telah mengetahuinya. Dengan begitu, kita bisa memaksimalkan ibadah puasa Ramadan sesuai dengan syariat yang berlaku tanpa terbebani ketakutan melakukan kesalahan saat berpuasa. Mari tingkatkan ibadah kita di bulan Ramadan mulai dari berpuasa, salat wajib, salat malam, salat sunah, hingga bersedekah kepada mereka yang membutuhkan. Kamu juga bisa menyalurkan sedekahmu melalui Dompet Dhuafa dengan mudah hanya dengan sekali klik! (RQA)

Tombol sedekah