Ayah Tiada, Dzikri Kurniawan Hijrah Menjadi Tulang Punggung Keluarga

Bagi setiap anak, kehilangan orang yang teramat dikasihi yakni seorang ayah membuat setiap keluarga merasa sangat terpukul. Bukan hanya kehilangan sosok ayah yang menjadi panutan bagi keluarga, namun juga kehilangan sang tulang punggung, mengemban tugas mulia yakni mengais rezeki demi menghidupi keluarga tercinta.

Ya, hal itulah yang masih membayangi Dzikri Kurniawan (17) bersama sang ibu, Sutarmi pasca meninggalnya Kuswanta, sang ayah tercinta setahun yang lalu. Almarhum Kuswanta meninggal dunia dikarenakan sakit.

Atas meninggalnya sang ayah, Dzikri seolah belum menerima kenyataan pahit kehilangan sosok pemimpin keluarga yang begitu amat dikasihinya. Namun, kehidupan haruslah tetap berlanjut!

Bagi pelajar yang masih duduk di kelas XI (sebelas) SMK ini, menjalani kehidupan tanpa sosok seorang ayah dirasanya sangatlah berat. Bagaimana tidak, ia merasa iba dengan Sutarmi, sang ibu yang secara langsung menggantikan posisi sebagai pemimpin keluarga.

“Kasihan lihat ibu, gantiin posisi bapak untuk nafkahi keluarga. Saya suka sedih lihatnya, kadang temen-temen saya juga kasih motivasi ke saya, agar bisa tabah jalani ini semua,” ujar Dzikri lirih.

Dzikri bercerita, sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sang ibu bekerja sebagai pengasuh anak di rumah salah seorang tetangga. Upah yang diterima Sutarmi menjadi seorang pengasuh sangatlah minim. Penghasilan sebesar Rp 600 ribu yang diterima setiap bulannya, membuat Sutarmi terus memutar otak, agar upahnya yang tidak seberapa itu mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Perasaan iba terhadap sang ibu yang terus membayanginya, membuat Dzikri memutuskan untuk berhijrah membantu Sutarmi mencari nafkah. Dzikri menyadari, bahwa kebutuhan ekonomi semakin tinggi dan juga biaya sekolah yang makin meningkat serta penghasilan ibu yang hanya seorang perawat bayi dengan gaji yang hanya cukup untuk biaya makan dan kebutuhan rumah sehari hari membuat ia juga berfikir untuk membantu ibu mencari rizki.

Ia sadar bahwa ia adalah anak laki-laki tertua yang juga harus menjadi tulang punggung keluarga, paling tidak membantu membiayai pendidikannya sendiri. Akhirnya, Dzikri memutuskan untuk bekerja sebagai tenaga tambahan di salah satu jasa pencucian motor (steam motor) di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur dengan penghasilan Rp 6000 persatu motor. Ia memulai bekerja mulai setelah Ashar  sampai jam 9 malam tergantung banyak dan sepinya pengguna jasa steam pada hari itu.

Melihat kegigihan dan semangat Dzikri berhijrah menjadi tulang punggung keluarga membuat Dompet Dhuafa melalui Lembaga Pelayanan Masyarakat (LPM) membantu Dzikri dalam membiayai pendidikan berupa melunasi biaya SPP sekolah untuk beberapa bulan.

“Alhamdulillah saya sangat bersyukur dengan bantuan ini., dengan bantuan ini saya bisa menyisihkan uang yang saya dapatkan dari bekerja untuk menabung dan untuk kebutuhan keluarga,” ungkapnya tersenyum.

Ia juga berterimakasih kepada para donatur Dompet Dhuafa yang menyisihkan sebagian hartanya untuk orang sepertinya. Ia berharap setelah lulus sekolah bisa bekerja dengan layak dan mendapat penghasilan yang baik, sehingga ia bisa membiayai dirinya untuk kuliah, biaya adiknya sekolah sampai kuliah dan membahagiakan ibunya. Amin. (LPM Dompet Dhuafa/uyang)