Bayar Hutang dan Sedekah, Mana yang Lebih Utama?

Pernahkah kamu merasa bingung dan khawatir mengenai keputusan yang diambil dalam hal keuangan? Misalnya saja antara harus bersedekah dan membayar hutang. Kira-kira, manakah yang lebih diutamakan oleh Islam?

Di dalam Islam, ada banyak sekali keutamaan sedekah. Ibadah sedekah adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW untuk dilaksanakan oleh seorang muslim. Di dunia, sedekah menjadi magnet rezeki dan di akhirat sedekah juga menjadi penyelamat kita. Allah tidak hanya menilai sedekah dari aspek kuantitasnya, namun keikhlasan dan istiqomah dalam melaksanakannya. Sedikit, namun sering dan berkualitas, adalah sedekah yang sangat disukai.

Mengenai sedekah, juga terdapat balasan yang berlipat kebaikan. Seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 261 berikut: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Namun pada kenyataannya, sering kali kita dihadapkan pada pilihan. Apakah melaksanakan sedekah terlebih dahulu atau menunaikan kewajiban membayar hutang? Dilema ini sering ditanyakan, khususnya oleh orang-orang yang kondisi hartanya terbatas atau pas-pasan. Walaupun hukum hutang dalam Islam adalah hal yang diperbolehkan, namun tetap saja hal ini sering mengganjal.

Hal ini juga ditegaskan dan diberikan peringatan keras oleh Rasulullah dalam sebuah hadits. Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah)

Untuk itu, mari kita ulas satu persatu bagaimana seharusnya menempatkan sedekah dan hutang sesuai dengan hukum Islam dan pendekatan etis dalam aspek sosial dan moral.

Kewajiban Melunasi Hutang dan Sunnahnya Sedekah

Melunasi hutang memang kewajiban bagi seorang muslim. Dalam sebuah riwayat Imam Tirmidzi menerangkan, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.”

Dalam Islam, hutang dan sedekah memang memiliki hukum yang berbeda. Sedekah adalah sunnah yang sangat dianjurkan sedangkan hutang adalah kewajiban. Hal ini juga dijelaskan dalam kita Al-Majmu’Syarh Al-Muhadzzab. Ada dua kondisi untuk menjawab hal ini.

  • Hukumnya tidak boleh sama sekali. Hal ini terjadi jika uang yang akan disedekahkan adalah satu-satunya yang tersisa dan dapat dibayarkan hutang. Apalagi jika hutang tersebut sudah jatuh tempo dan harus segera dibayar. Maka sebaiknya, tidak menunda pembayaran hutang untuk sesuatu yang bersifat sunnah. Pendapat ini juga disampaikan oleh Imam Syirazi, Imam Abu Thayyib, Imam Ibnu Shabbagh, Imam Baghawi, dl.
  • Hukumnya adalah makruh. Artinya, jika ditinggalkan mendapat pahala namun jika tidak dilakukan maka tidak berdosa. Tapi biasanya ada dampak-dampak lain yang harus diperhatikan, agar walaupun dilakukan tidak akan merugikan orang lain.

Dalam penjelasan di atas dan pendapat para ulama tersebut, kita bisa mengambil sebuah benang merah bahwa membayar hutang lebih utama dan harus didahulukan dari bersedekah jika kondisinya harta atau uang yang ada sangat terbatas atau satu-satunya yang tersedia.

Kewajiban akan mendahului yang sunnah, apalagi hutang sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab kita terhadap hak manusia lain. “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah)

Menunaikan Sedekah dan Hutang Secara Bersamaan

Membayar hutang memang lebih diutamakan dibanding sedekah jika memang harta yang kita miliki terbatas dan hanya ada untung menunaikan salah satunya saja. Namun, ada beberapa kondisi yang memungkinkan hal tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Islam tentu memperhitungkan aspek konteks dan kondisi muslim yang bisa menunaikan keduanya.

Untuk itu, sedekah tentu masih diperbolehkan atau bisa dilaksanakan serta bernilai pahala yang besar walaupun dalam kondisi kita masih memiliki hutang. Kondisi-kondisi tersebut misalnya saja:

  • Uang yang disedekahkan tidak mempengaruhi pembayaran hutang yang harus ditunaikan. Dengan bersedekah, kewajiban hutang pun tetap bisa dibayarkan. Maka tentunya sedekah akan bernilai pahala yang besar dan kewajiban hutang yang lunas akan menjadi kebaikan baginya.
  • Uang yang dimiliki untuk membayar hutang sifatnya tetap atau dibayar dalam jangka waktu tertentu sehingga setiap bulannya kita masih bisa menyisakan untuk sedekah walaupun masih berstatus memiliki hutang. Misalnya saja hutang kredit pembelian rumah, kendaraan, dsb.
  • Pembayaran hutang sifatnya flexibel dan kita masih bisa untuk bisa bersedekah walaupun sedikit demi sedikit. Maka sedekah masih bisa dilaksanakan dan pembayaran hutang pun bukan menjadi pemberat.

Bisa jadi, ada kondisi-kondisi lainnnya yang harus diperhitungkan. Untuk itu, perlu dhitung kembali etika Islamnya sesuai dengan prinsip hukum Islam yang berlaku. Yang paling penting adalah bagaimana seorang muslim mampu melaksanakan kewajiban dan melaksanakan sunnah jika mampu. Allah memang memberi ganjaran pahala yang besar bagi muslim yang bersedekah di kala ia terhimpit, namun juga tetap harus dihitung secara rasional agar tidak mendzalimi diri sendiri.

Insya Allah, dengan niat yang baik kita pun akan mendapatkan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT.  Seperti firman Allah, “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS: Al-An’am: 160)