Bentangan Telapak Tangan Cinta Untuk Rohingya

JAKARTA — Derita demi derita dialami etnis Rohingya. Mulai dari terusir dari kampung halamannya sendiri, menghadapi kebiadaban militer Myanmar, hingga harus bertaruh nyawa untuk menyelamatkan diri keluar dari daerahnya yang tak lagi ramah. Diantara para penduduk Rohingya, sekitar 1,1 juta-nya merupakan anak-anak. Anak-anak Rohingya, di umur yang masih sangat belia, harus turut berjuang untuk tetap hidup. Tak jarang dari mereka yang bahkan melihat orangtuanya dibunuh di depan matanya sendiri.

Melihat kondisi itu, Forum Lintas Komunitas Pendongeng Indonesia (FLKPI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia dan Dompet Dhuafa berinisiatif untuk menumbuhkan rasa kepedulian dengan menggelar aksi “Telapak Tangan Cinta Untuk Rohingya”. Aksi ini sudah dimulai secara bergiliran di beberapa kota di Indonesia sejak awal September 2017 dengan melibatkan anak-anak dari seluruh penjuru Indonesia. Dari aksi simpatik ini sudah terkumpul #TelapakTanganCintaUntukRohingya, bentangan kain putih sepanjang 1,3 Km dan dibentangkan pada Minggu (24/9) lalu, di Kawasan Car Free Day Sarinah hingga Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

“Secara umum, pastinya kita para pendongeng, mengutuk apa yang terjadi di sana. Kedua, kita ini para pendamping anak, pemerhati anak, para pendongeng yang selalu mengedukasi anak-anak. Nah diposisi inilah kita harus mengambil posisi yang lain. Apa perannya? Kita mengedukasi anak-anak dan memfasilitasi anak-anak. Apa edukasiya? Kita ingin anak-anak teredukasi menyikapi yang terjadi di sana dengan benar. Karena tidak dapat dimungkiri, mereka melihat kejadian, kekerasan yang begitu mengerikan di media sosial yang mereka punya. Mereka mendapatkan gambar-gambar kekerasan itu, lantaran tumbuh di era digital,” ujar Iman Surahman, selaku inisiator Gerakan #TelapakTanganCintaUntukRohingya.

Senada dengan Iman, Henny Hermanoe selaku Sekjen LPAI menuturkan bahwa, perbendaharaan kata anak boleh jadi terbatas dan nalar mereka juga begitu sederhana. Tetapi bukan berarti anak-anak buta, tidak peduli, dan tidak bisa bicara. Apalagi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi PBB tentang Hak Anak, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengutarakan pendapat mereka.

“Untuk itu Dompet Dhuafa, FLKPI, dan LPAI menghimpun kepedulian dengan kata-kata yang tak terucapkan dari anak-anak etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar,” ungkap Henny.

Menurut drg. Imam Rulyawan, MARS. Selaku Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi, mengungkapkan, “Kegiatan ini merupakan wujud antusias berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dalam mewujudkan kedamaian dan empati mereka atas terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap etnis Rohingya, di Rakhine State, bentuk kepedulian mereka diluapkan dengan berbagai cara. Salah satunya, Telapak Tangan dengan cap warna-warni yang tertuang di atas kain putih. Sampai saat ini, Dompet Dhuafa, LPAI, dan FLKPI terus menggelar aksi cap Telapak Tangan dengan sasaran sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Adapun dana yang terkumpul rencananya akan disalurkan dalam bentuk program-program simultan seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi untuk pengungsi Rohingya yang berada di Cox’ Bzaar, Banglades,” ungkap Imam.

Derita Rohingya masih terjadi. Jeritan anak-anaknya terbungkam tak bersuara. Tapi semesta terus menggaungkan genderang kemanusiaan untuk didengar dan mengajak kita turut mengambil langkah dan membantu. (Dompet Dhuafa/Dea)