Cordofa Beri Penjelasan Masbuk Ketika Shalat Jenazah

JAKARTA — Sebuah pertanyaan muncul, bagaimana jika kita masbuk dalam sholat jenazah? Misalnya, kita mendapati imam pada takbir pertama, kedua, dan ketiga?

Dilansir dari sebuah artikel pada laman https://cordofa.id/masbuk-ketika-shalat-jenazah/ yang diunggah pada Senin (13/2/2023), Cordofa (Corps Dai Dompet Dhuafa) menyampaikan tata cara atau kaifiyah shalat jenazah bagi makmum masbuk.

Keterangan ini, tulis Cordofa, disarikan dari kitab Al-Bayan Fi Madzhab Al-Imam As-Syafi’i yang disusun oleh Al Imam Abul Husain Yahya Ibn Abil Khair Ibn Salim Al-Imrani As-Syafi’I Al-Yamani Juz 3 hal. 71 sebagai berikut:[1]

Apabila makmum bertakbir di pertengahan takbir imam yang pertama (tidak berbarengan takbir pertamanya dengan imam), maka masbuk diharuskan membaca surat Al-Fatihah.

Lalu bagaimana jika bacaan Al-fatihahnya belum selesai sedangkan imam sudah takbir yang kedua? Dalam kondisi ini, makmum tadi menghentikan fatihahnya yang belum selesai kemudian mengikuti takbir imam yang kedua.

Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/dompet-dhuafa-bali-gelar-roadshow-pelatihan-pemulasaraan-jenazah-untuk-masyarakat-muslim-bali/

Apakah setelah takbir yang kedua, makmum masbuk tadi meneruskan bacaan Al-Fatihah yang belum selesai di takbir pertama? Dalam hal ini terdapat dua pendapat, pendapat pertama makmum tadi meneruskan sisa bacaan Alfatihah yang belum selesai pada takbir pertama. Sedangkan pendapat kedua mengatakan tidak perlu meneruskan (makmum membaca selawat atas nabi seperti bacaan imam pada takbir kedua).

Jika makmum masbuk memulai takbir ketika imam bertakbir yang kedua, ketiga dan seterusnya, maka makmum membaca sesuai bacaan pada takbir yang ia lakukan (tidak mesti membaca sesuai takbir imam).

Misalnya ia memulai takbir pada saat imam bertakbir yag kedua, maka ia membaca surat Al-Fatihah sedangkan imam saat itu membaca selawat. Begitu seterusnya sampai imam salam. Setelah imam salam, ia meneruskan takbir yang tertinggal. Wallahu A’lam. (Dompet Dhuafa / Cordofa / Dhika)

[1] Yahya Ibn Abil Khair As-Syafi’I, Al-Bayan Fi Madzhab Al-Imam As-Syafi’I, (Beirut: Dar Al-Minhaj, 1421 H), Juz 3, hlm. 71