Kenalkan Dahsyatnya Manfaat Zakat Dan Wakaf Pada Indonesia Millennial Summit

JAKARTA — IDN Times kembali menggelar Indonesia Millennial Summit (IMS 2020) pada 17-18 Januari 2020. Belokasi di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, IMS hadir sebagai wadah diskusi nyata bagi para generasi millennial.

Seperti pada tahun sebelumnya, IDN Times menghadirkan sosok-sosok inspiratif dalam diskusi-diskusi pada IMS. Terdapat empat line-up utama pada IMS 2020, di antaranya Hijrah, Visionary Leaders, Future is Female, dan Talent Trifecta.

Dalam salah satu sesi diskusi di panggung Hijrah, IMS 2020 menggelar talkshow tentang filantrofi and humanity. Kali ini menghadirkan pembicara di antaranya Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Imam Rulyawan, CEO kitabisa.com Alfatih Timur, putri Gus Dur Alissa Wahid, dan anggota Baznas Mundzier Suparta.

“Filantrofi menjadi salah satu kegiatan yang digemari oleh generasi milenial. Tak heran, Indonesia mendapat julukan negara paling dermawan di Dunia,” sebut Imam Rulyawan.

Pernyataan tersebut diperkuat lagi dengan buku “Indonesia Millennials Report 2020” yang diterbitkan oleh IDN Research Institute. Kemudian Imam menceritakan, awal mula dirintisnya Dompet Dhuafa, bahwa sang inisiator Parni Hadi bersama rekan-rekannya terenyuh tatkala mendapati sekumpulan pemuda dan mahasiswa di Yogyakarta mengumpulkan dana untuk membiayai guru dan aktivis sosial di Gunung Kidul.

“Millenial sebenarnya sudah bangkit sejak 1993. Itulah yang menginspirasi berdirinya Dompet Dhuafa, yaitu penggalangan dana dari masyarakat dermawan untuk masyarakat miskin," terang Imam.

Ditanya oleh salah peserta tentang bagaimana penyaluran dana ziswaf, Imam menerangkan, pengelolaan dana ziswaf Dompet Dhuafa outputnya ada dua, yaitu Charity dan pendayagunaan. Yang bersifat Charity seperti dana-dana zakat, disalurkan dalam bentuk bantuan atau materi, yang manfaatnya mungkin hanya sekali. Sedang pendayagunaan, manfaatnya lebih besar. Sebab berupa aset dan modal. Dengan demikian, manfaat akan terus berkelanjutan dan berkembang atau istilahnya sustainable growth. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah dana wakaf.

“Program-program kami kini lebih fokus pada pendayagunaan. Meski belum begitu banyak, namun efeknya akan terlihat luar biasa bagi mereka para penerima manfaat”, lanjut Imam.

Sedikit berbeda, Gusdurian justru lahir dari etnis-etnis minoritas yang tertindas. Alissa Wahid mengutarakan, "Setelah Gus Dur wafat, banyak kelompok yang dilemahkan. Kalo dulu waktu Gus Dur masih ada, orang-orang ngadunya ke Gus Dur. Setelah wafat, mereka nggak tau ngadu ke mana. Kemudian kami membuat jaringan murid-murid Gus Dur, dan sekarang menjadi Gusdurian. Itu awal mulanya”.

Alissa melanjutkan, di desa-desa banyak ditemui kasus penindasan terhadap kaum-kaum minoritas. Itu didapat dari jaringan-jaringan gusdurian tersebut. Itulah kemudian Gusdurian banyak bergerak di bidang kemanusiaan, khususnya bagi kaum kaum minor yang isunya sensitif, yang tidak semua orang berani menanganinya.

“Namun lambat laun, kami semakin luas bergerak ke area kemanusiaan yang lebih luas, seperti kebencanan, kemiskinan, dan lain-lain,” terusnya.

Di akhir sesi, Imam mengutarakan kagumnya atas IMS yang dihelat oleh IDN Times. Ke depan, milennial akan menjadi generasi dengan kepekaan yang tinggi atas filantrofi, juga generasi-generasi setelahnya. Demikian tak luput dari peran media dalam menyiarkan kebaikannya.

"Dompet Dhuafa juga lahir dari media. Saya meyakini, media adalah corong syiar filantropi islam. IMS yang diadakan IDN, mudah-mudahan menjadi amal jariyah," ujarnya. (Dompet Dhuafa/Muthohar)