JAKARTA- Isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) belakangan ini menjadi perhatian masyarakat Tanah Air. Tentu saja, isu kampanye soal LGBT yang marak tersebut, mengundang keresahan dari berbagai pihak. Kondisi tersebut membuat Dompet Dhuafa menggandeng Harian Umum (HU) Republika menggelar Forum Diskusi bertajuk “Merangkul Korban LGBT, Menolak Legalisasi LGBT” dan Menggagas Gerakan #MenjagaFitrah di kantor HU. Republika, Jakarta, Kamis (18/2).
Dalam forum diskusi tersebut hadir pula berbagai lembaga dan elemen masyarakat seperti Yayasan Peduli Sahabat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), lembaga umat seperti PERSIS, NU, Dewan Dakwah dan Muhammadiyah, Penghimpunan Psikolog dan Psikiatri, serta elemen masyarakat lainnya yang terlibat.
Imam Rulyawan, Direktur Program Dompet Dhuafa dalam forum diskusi tersebut memaparkan, Gerakan #MenjagaFitrah merupakan bentuk kepedulian, guna mengkampanyekan solusi bagi orang yang memiliki kecenderungan penyuka sesama jenis untuk kembali kepada fitrah manusia sekaligus juga melakukan pencegahan meluasnya permasalahan ini.
“Kami mengajak publik untuk menyadari bahwa arus LGBT ini adalah permasalahan umat yang cukup serius,” ujar Imam Rulyawan.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama Republika Media Mandiri, Agus Yusran, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih kepada Dompet Dhuafa bersama HU Republika yang telah memprakarsai Forum Diskusi ini. Sebagai media, Republika memang harus bersikap netral. Walaupun jelas, Republika tidak pernah mundur satu langkah pun menolak LGBT. Republika terus mengedukasi publik tentang ancaman LGBT.
“Saya berharap dari forum ini kita bisa mendapatkan satu ide yang bisa disampaikan ke masyarakat luas tentang bahaya LGBT ini. Saya pikir forum ini selanjutnya bisa dikembangkan luas. Saya rasa seluruh agama tidak ada yang setuju dengan LGBT ini,” ujar Agus Yusran.
Forum Diskusi berlangsung selama 2 jam. Masing-masing pembicara dalam forum tersebut memaparkan pandangan terkait permasalahan LGBT ini. Rita Hendrawati, Pembicara dari Yayasan Peduli Sahabat mengatakan, Komunitas LGBT sangat aktif di dunia maya. Agar semakin tidak merajalela, Yayasan Peduli Sahabat juga berusaha mendampingi dan merangkul penganut LGBT untuk kembali ke fitrah.
“Kami tidak menyebut sembuh, tapi kembali fitrah, normal. Aspek agama amat penting dengan demikian bisa tetap menjaga fitrah. Pengalaman masa lalu yang kelam seperti mendapatkan pelecehan seksual menjadi faktor penguat terjerumus LGBT. Pornografi pun sama. Tontonan pornografi menjadi penguat apalagi untuk anak-anak,” papar Rita.
Di sisi lain, Perwakilan dari Asosiasi Psikolog, Muhammad Sholeh menilai, banyak faktor yang membuat seseorang terjerumus dalam lingkar LGBT. Salah satu faktor yang mendukung adalah diawali karena trauma melihat atau mengalami sebuah kekerasan.
“Sebenarnya motif LGBT banyak faktor. Pertama, ketika anak perempuan melihat kekerasan ayahnya. Dan melihat laki-laki, keluarga terdekatnya melakukan kekerasan. Sehingga muncul dalam pikirannya “Kok semua laki-laki jahat”. Dan ketika pikiran diotaknya itu berulang-ulang sehingga menjadi membenci laki-laki dan nyaman kepada sesama jenis. Dan ini rentan menjerumus ke lingkar LGBT,” jelas Muhammad Sholeh.
Dari sisi hukum, Dosen Fakultas Hukum UI, Heru Susetyo juga memaparkan, LGBT sendiri sudah hadir cukup lama di Indonesia. Sudah ada bahayanya 10 tahun lalu dengan adanya Yogyakarta principle. Sebagai organisasi, beberapa komunitas LGBT di Indonesia legal.
“Mereka punya akta notaris, berbadan hukum. Apa yang ditolak dari legalisasi LGBT? Apakah organisasinya, perilakunya, pernikahan sesama jenisnya . Amerika dulu sempat menolak LGBT, sekarang LGBT dan pernikahan sejenis dilegalkan di sana. Di Indonesia, ada upaya untuk melegalkan pernikahan sejenis,” ujar Heru Susetyo.
Sam Brodie, seorang mualaf yang pernah terjerumus dalam lingkar LGBT pun mengungkapkan, pengalaman setiap orang yang terjerumus LGBT dinilainya sangat berbeda-beda. Bercerita pengalamannya sendiri, Sam Brodie pernah menjadi korban pedofil. Menurutnya, perubahan homoseks menjadi normal dan heterosek memang perlu perjuangan ekstra. Memporsir penganut LGBT untuk kembali sembuh sangat susah karena banyak penganut LGBT itu tidak percaya Tuhan.
“Kita harus mengarahkan dan melindungi mereka. Patokannya memang agama. Dan Alhamdulillah saya bisa kembali normal karena ada pegangan agama. Alhamdulillah sekarang saya menikah, dan Insya Allah anak kedua saya lahir. Saya dulu tidak dekat karena Allah. Ketika mendapat hidayah dan menjadi mualaf menjadi langkah awal berubah, kembali ke fitrah,” akunya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh, menilai, penolakan LGBT sudah sedemikian masif. Hanya, penting untuk menyusun langkah-langkah sunyi. Langkah-langkah sunyi itu berupa langkah kongkret seperti mengawal aspek rehabilitasi, pendampingan. Kemudian road map untuk penyusunan regulasi.
“Logika “LGBT urusan pribadi, asalkan tidak merugikan orang lain dan tidak mengkampanyekan” ini salah. Justru yang terjerumus harus direhabilitasi,” pungkasnya.
Diharapkan dalam forum ini, seluruh pembicara mendapatkan satu ide yang bisa disampaikan ke masyarakat luas tentang bahaya LGBT ini. Dan bisa disampaikan ke pemerintah sebagai bahan pengambilan keputusan. (Dompet Dhuafa/Uyang)