JAKARTA — Tidak dimungkiri, di Ramadhan, di mana seharusnya bulan penuh berkah dan kebaikan, juga memiliki kisah-kisah memilukan. Belum lama ini, di Sukabumi, Ramadhan dimanfaatkan oleh sebagian remaja untuk melakukan aksi “perang sarung,” hingga memakan korban. Ada yang terluka akibat sayatan golok, gir, batu dan lain-lain. Sempat juga digunakannya petasan sebagai senjata.
Melihat fenomena seperti ini Kak Tony selaku pendongeng dari Sahabat Dongeng dan Gerakan Para Pendongeng Untuk Kemanusiaan (GEPPUK) punya cerita menarik ketika ditemui di acara “Santunan Seribu Berkah” di Yayasan Bamadita Rahman, Lubang Buaya, Kec. Cipayung, Kota Jakarta Timur. Sebuah acara yang diinisiasi oleh Keluarga Muslim Citibank (KMC) dan Dompet Dhuafa Jumat (17/5/2019) lalu.
“Menyenangkan. Sepertinya anak-anak di sini terbiasa menyimak, terbiasa mendengar dan mungkin belum pernah ya mereka mendengarkan dongeng cerita. Jadinya mereka antusias sekali,” ujar Kak Tony, seusai berdongeng.
Dongeng menurutnya salah satu medium tepat untuk menyampaikan pesan. Karena dengan dongeng orang tidak selalu berada di bawah tekanan perintah. Tapi dengan dongeng, tekanan-tekanan seperti itu tidak ada. Justru dengan berdongeng memungkinkan orang merasa terhibur sekaligus juga mendapatkan pelajaran.
“Dongeng itu kan intinya menyampaikan pesan. Tapi karena audience yang ingin kita sampaikan itu adalah anak-anak. Nah salah satu cara yang tepat yaitu dengan berdongeng. Karena dengan berdongeng, anak-anak seperti merasa tidak digurui. Tapi dengan dongeng ada contoh yang kita sampaikan. Jadi anak-anak punya referensi gitu lho. Tentunya gaya bercerita atau konten ceritanya memang disesusaikan dengan audience-nya. Jika anak TK dan SD biasanya bercerita tentang fabel, anak SMP lebih kepada kisah-kisah inspiratif. Begitu juga ke audience yang lain,” jelas Kak Tony, dengan semangat.
Selain berperan sebagai medium pembelajaran. Dongeng juga terbukti berperan untuk menyembuhkan kawan-kawan yang terluka. Terutama terluka akibat bencana alam. Sebagaimana menyerupai program Psychological First Aid (PFA) milik Dompet Dhuafa.
“Saya tergabung dalam asosiasi pendongeng yang dinamakan GEPPUK. Asosisasi ini menyebar di seluruh Indonesia, tapi mayoritas kawan-kawan memang dari jabodetabek. Jadi kawan-kawan dari GEPUK itu masuk ke lokasi-lokasi terdampak bencana untuk berdongeng. Kayak semacam psikososial gitu,” lanjut Kak Tony.
Lebih jauh Kak Tony bercerita. Kalau berdongeng salah satu cara yang tepat untuk mengedukasi. Ketimbang memberikan tekanan yang sebagaimana dicontohkan oleh orang dewasa ke orang dewasa lainnya.
“Teruntuk orang dewasa dan orang tua. Mulailah berdongeng, bercerita kepada anak-anak. Sekarangkan masjid sedang ramai. Apalagi tentang kasus perang sarung itu. Sebetulnya anak-anak itu senang bermain di masjid. Tapi kadang orang tua atau pihak masjid tidak memfasilitasi anak-anak. Ketika anak-anak berisik kemudian mereka diomelin. Harapannya jangan lagi seperti itu tapi harapannya anak-anak itu difasilitasi. Karena dunia anak-anak memang dunia bermain. Tetapi alangkah baiknya dinasehati dengan yang baik, tidak dengan membentak, tidak juga memarahi, tapi merangkul. Jadi anak-anak tidak kapok lagi datang ke masjid. Anak-anak tidak melampiaskannya di luar masjid. Jadi ketika di masjid mereka paham, ‘oh ini tempat ibadah, Aku main secukupnya.’ Artinya jangan berlebihan,” aku Kak Tony.
Namun tidak dimungkiri. Dongeng, ibarat dua keping koin yang tak terpisahkan. Jika dongeng memungkinkan anak atau audience-nya mendapatkan pelajaran dari cerita yang dituturkan pendongeng. Begitu juga pendongeng yang seringkali justru dapat banyak pelajaran dari para penontonnya.
“Dunia anak menyenangkan. Dulu Aku nggak begitu suka dengan dunia anak. Karena repot menghadapi anak-anak. Tetapi ketika saya masuk ke daerah bencana waktu pertama kali, dengan berdongeng keliling daerah tersebut, nyatanya asyik. Dari anak-anak, saya jadi banyak belajar. Belajar untuk jujur. Tidak mendendam dan tepat waktu. Sebetulnya kita bisa belajar dari anak-anak. Saya yakin, kita dapat mendongeng. Kita bisa belajar ke anak-anak. Karena kita juga pernah berada di fase anak-anak. Kita bisa masuk ke dunia anak-anak. Tapi anak-anak belum bisa masuk ke dunia kita. Jadi ketika kita mau menasehati mereka, maka masuklah ke dunia mereka. Jangan seret anak-anak ke dunia kita (orang dewasa). Karena mereka memang belum waktunya untuk dewasa,” tutup Kak Tony.
Mungkin ada baiknya kita dengar usulan Kak Tony. Sehingga anak-anak tidak tumbuh menjadi pribadi yang gemar melakukan kekerasan. (Dompet Dhuafa/Fajar)