Epos Maranao, Maute, dan Belati Konflik Bermata Ganda (Catatan Perjalanan Marawi Bagian 1)

“65 tahun lalu kami bangsa Maranao berperang melawan kekuatan asing, Kini kami melawan bangsa sendiri,” dikutip dari tulisan salah seorang muslim Filipina.

MARAWI, FILIPINA — Kota Marawi, sebuah wilayah di selatan Filipina dengan penduduk tak kurang dari 200.000 jiwa, sontak menjadi titik sentral baru konflik di Asia Tenggara. Ditenggarai konflik tersebut sebagai desain operasi militer pemerintah, untuk menghabisi kelompok afiliasi ISIS di wilayah Mindanao.

Presiden Duterte memberlakukan undang-undang militer di kota Marawi. Persis seperti yang dilakukan pendahulunya, Presiden Marcos, 65 tahun lalu. Bedanya hanya, dulu bangsa Maranao yang mendiami Kota Marawi dan sekitarnya, bersatu melawan kekuatan militer negara tersebut. Namun kini, mereka tercatat menjadi korban di tengah tekanan dua kekuatan besar: Armed Forces of Philipine (AFP) dan Kelompok bersenjata Maute.

Kisah heroisme bangsa Maranao yang bersatu melawan kekuatan asing kini lenyap tak berbekas. Malah berganti tumpukan arang kisah-kisah perpecahan. Mirisnya, perpecahan itu datang dari dalam bangsa sendiri.

Perang telah pecah. Kini mereka menjadi diaspora di rumah sendiri. Mengungsi di kota-kota terdekat adalah alternatif terbaik. Mengetuk satu-per-satu pintu kerabat dan handai taulan. Sekedar untuk mendapat perlindungan dari terik dan hujan. Lalu pada saat bersamaan, mereka berusaha keras mengais asa akan makna ‘damai’ di bulan penuh berkah. (Dompet Dhuafa/Arif RH)