BOGOR — “Di Jepang, pasca gempa dan tsunami 2012, ada survei yang dilakukan kepada orang-orang yang berhasil selamat. Hasilnya, sekitar 90 persen warga mengaku bisa menghindari maut karena sudah tahu mengenai mitigasi bencana. Mereka tahu tanda bencana, mereka antisipasi, dan tahu harus melakukan apa, karena itu mereka selamat,” terang Tri Indrawan, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DKI Jakarta, sekaligus pemateri dalam Jambore Guru Siaga Bencana Dompet Dhuafa.
Mitigasi atau upaya pengurangan resiko bencana, masih terdengar asing bagi telinga kebanyakan masyarakat Indonesia. Padahal mitigasi sangat esensial, mengingat potensi bencana di Indonesia tinggi. Kurangnya edukasi mengenai mitigasi, dinilai menjadi dalang banyaknya korban jiwa setiap terjadinya bencana di Indonesia.
“Yang paling dasar adalah kesadaran warga dan pengetahuan. Jadi, warga mulai dari sekarang tahu ancamanya, dengan begitu tahu harus bersikap ketika ancaman terjadi. Bersiap jauh lebih baik daripada kita terlambat,” tambah Tri Indrawan.
Upaya mitigasi diharap bukan hanya dilakukan segera. Namun juga berefek jangka panjang. Salah satunya dengan mendidik guru sebagai salah satu agen pendidikan pertama bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, kegiatan Jambore Guru Siaga Bencana yang dilakuakn Dompet Dhuafa akhir pekan lalu (22-23/2/2019) mendapatkan apresisasi oleh Tri Indrawan. Memilih guru sebagai objek edukasi mitigasi dinilai akan memberi efek domino yang baik kedepannya.
“Ini (Jambore Guru Siaga Bencana) kegiatan yang paling bagus, kalau kita ingin menyadarkan suatu masyarakat yang paling utama dilakukan oleh gurunya terlebih dahulu. Dengan begitu, mereka memberikan edukasi kepada siswanya. Begitu siswa hari ini telah paham, maka kita tidak perlu repot di masa depan. Karena mereka sudah dengan sendirinya memahamkan anak-anak mereka kelak,” jelas Tri Indrawan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Syafi’e Al Bantanie. Guru dinilai menjadi pihak pertama yang akan dirujuk murid. Apa yang akan dilakukan oleh guru, juga dilakukan oleh murid nantinya. Selain itu, sekitar 37.000 sekolah di Indonesia berdiri di atas wilayah dengan zona merah potensi bencana. Sehingga menjadikan mitigasi hal mendesak untuk diterapkan di ranah pendidikan.
“Saya rasa guru memiliki peran penting dalam mitigasi bencana. Apalagi banyak sekolah-sekolah yang ada di daerah. Kemudian guru menjadi penting untuk aware memahami hal tersebut. Karena orang pertama yang dituju murid adalah guru, mereka tumpuan murid,” terang Syafi’e. (Dompet Dhuafa/Zul)