SIARAN PERS, SUKABUMI – Langit Sukabumi sudah mendung sejak pagi hari, dan hujan sudah mulai turun sejak siang. Pertama, hanya gemericik, lalu hujan itu menjadi lebat. Di sebuah teras di Desa Cibuntu, seorang anak perempuan rupanya sedang belajar. Gladis Dara Delima, atau biasa disapa Dara (9), siswi kelas 5 Sekolah Dasar di kecamatan Cibuntu.
Senin sore (21/9/2020), seperti biasa, Dara belajar dengan menggunakan handphone yang biasa dipakai bergantian dengan saudara-saudaranya yang juga masih sekolah. Maklum, di masa pandemi, sekolah mereka menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hampir setiap hari, ia selalu menjadwalkan diri untuk belajar dengan perangkat tersebut sebelum waktunya digantikan saudaranya yang juga ingin belajar. Waktu sudah sore, hujan ternyata semakin lebat. Namun, Dara tetap asyik dengan bukunya.
“Awalnya hujan, terus tambah lebat lagi sejak sore itu sudah mulai kerasa nggak enak perasaan saya itu,” aku Nurhayati (38), ibu dari Dara.
Semua anggota keluarga sudah merasa tidak nyaman dengan turunnya hujan. Begitu lebatnya, sehingga tak henti terus menambah debit air sungai yang jaraknya hanya sepuluh langkah dari tempat rumah tempat Dara belajar. Benar saja, sekitar pukul lima sore, gemuruh datang dari arah hulu sungai. Debit air yang sudah tinggi, kini lebih meninggi lagi dengan cepat, hingga arus deras itu keluar jalur dan menyapu persawahan di sekitarnya. Tinggal menunggu hitungan detik, sampai arus yang bercampur material itu ikut menyapu rumah mereka. Nurhayati langsung mengajak semua anggota keluarganya untuk lari ke atas meninggalkan rumah. Tak lupa juga Dara, ia berlari atas instruksi ibunya dengan membawa buku sekolahnya yang belum selesai ia kerjakan.
“Cepat sekali arusnya datang, saya dan semua langsung lari ke atas, tidak bawa apa-apa, Cuma badan saja menyelamatkan diri,” tambah Nurhayati.
Senin (21/9/2020), Sukabumi dihantam banjir bandang, dua warga dinyatakan tewas, dan satu hilang. Ratusan rumah dan fasilitas umum rusak. Termasuk rumah milik Nurhayati yang tak luput dari amukan bandang. Setelah dua hari mengungsi, mereka kembali ke rumah, melihat-lihat apa yang masih bisa diselamatkan. Sedih nampak di raut wajah mereka, namun Dara jadi yang paling murung dibanding anggota keluarga lain. Seragam sekolah yang lama ingin ia gunakan kembali, hanyut terbawa arus, begitu pula buku-buku pelajaran yang sangat disukainya. Paling sendu, handphone yang jadi satu-satunya fasilitas belajarnya, harus ikut serta hanyut. (Dompet Dhuafa / Foto & Penulis: Zul)