Hidup Seorang Diri, Sukiman Berharap Ada Kepedulian

TANGERANG SELATAN — Hidup di usia senja berkumpul bersama keluarga tercinta merupakan dambaan hampir semua orang, ketika menikmati masa tuanya. Lain halnya dengan Sukiman (80), pria lanjut usia tersebut, kini hidup sebatang kara. Tanpa seorang pun sanak famili yang menemani masa tuanya. Pria yang kini hidup digubuk kumuh dan sesak berukuran 3×3 Meter, hasil swadaya masyarakat. Harus ia jalani untuk menghabiskan masa tua.

Sukiman dimata masyarakat Kampung Parung Benying RT.02/03, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, merupakan pribadi yang lekat akan etos kerja yang tinggi dan baik pribadinya. Sehari-hari ia biasa berdagang tahu keliling dan kemudian hasilnya ia setorkan ke pabrik tahu tempat ia mengambil dagangan. Tapi itu adalah cerita 15 tahun silam sebelum istrinya meninggal, dan anak semata wayang pergi lantaran gangguan kejiwaan.

“Saya yang ingat dari Pak Sukiman dahulu itu cuma teriakannya saja. Tahu…tahu…,” ujar Aang, tetangga yang juga relawan Dompet Dhuafa saat menyambangi tempat tinggalnya.

Sesekali ia menjawab pertanyaan dan jabatan tangan kami dengan senyuman. Tentu tanpa ia mengerti apa yang sedang dibicarakan. Ia juga mempersilahkan kami masuk ke gubuk yang hanya berisi tempat tidur dan sebotol air mineral pemberian warga.

Tak banyak keterangan yang didapat dari Sukiman, pikirannya sudah terlalu tua (pikun). Sehingga ia tak dapat mengingat siapa keluarga, nama anak dan istri. Bahkan umur sendiri pun ia tak tahu. Ia hanya mengingat dirinya berasal dari daerah Jawa.

Keterangan banyak didapat dari para tetangga sekitar. Sanusi (45), sesepuh warga, menuturkan bahwa Kong Kiman, panggilan akrab Sukiman, merupakan penduduk yang lama menetap di kampung Parung Benying. Ia tinggal mengontrak dan memiliki satu orang anak. Namun setelah ditinggal oleh istri dan anak, banyak warga yang menaruh iba terhadap Sukiman. Sampai-sampai warga berinisiatif membuatkan gubuk kecil di belakang rumah warga untuk beristirahat.              

“Kalau sudah siang, biasanya dia mampir ke warung istri saya. Warga di sini sih udah maklum sama kondisi dia. Kalau sudah begitu, tandanya dia mau makan. Kadang warga lain juga inisiatif untuk memberi dia makan siang atau malam,” tutur Sanusi.

Melihat keprihatinan hidup yang dialami oleh Kong Sukiman dalam menjalani kesehariannya, membuat Dompet Dhuafa tergerak membantunya. Program Jaminan Makan menjadi salah satu jalur bantuannya. Semoga dengan program ini dapat membantu kebutuhan pangan Sukiman. “Terima kasih atas bantuannya,” ujar Sukiman, singkat sembari tertawa kecil. (Dompet Dhuafa/Rifky LPM).