YFP Camp 2022, Shofwan Al Banna: Aktivis Kemanusiaan Juga Harus Menjadi Ilmuwan Politik

JAKARTA — Peran pemuda dalam memelihara perdamaian di dunia sangatlah tinggi. Pemuda saat ini, yang kerap kali disebut sebagai generasi milenial, tidak hanya sebagai generasi penerus bangsa, namun juga sebagai aset perdamaian bagi sebuah bangsa. Sejak pertama acara tahunan Youth For Peace Camp dihelat pada 2013, Dompet Dhuafa mencoba mengumpulkan pemuda-pemuda dari berbagai belahan dunia, terutama dari negara-negara yang memiliki konflik kemanusiaan. Pada tahun 2022 ini, 17-21 Januari 2022, Youth For Peace Camp terbagi menjadi beberapa sesi, berupa seminar, workshop yang diisi oleh pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya, FGD (Focus Group Discussion), project presentation, serta cultural event untuk mempererat hubungan pemuda lintas negara.

Shofwan Al Banna Choiruzzad, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, selaku salah satu pemantik seminar dan diskusi di hari kedua perhelatan Youth for Peace Camp kali ini menerangkan bahwa aktivis kemanusiaan harus juga memahami tentang ilmu politik. Sebab isu kemanusiaan di dunia tak lepas akibat dari peperangan politik, terutama adalah politik ekonomi. Segala bentuk kasus emergensi yang ada di dunia, secara bertahap akan menciptakan masalah ekonomi. Hal tersebut juga bertahap akan berdampak pada masalah kemanusiaan.

“Saat kalian terjun dalam dunia kemanusiaan, maka setidaknya kalian harus memahami ilmu politik, terutama politik ekonomi. Apapun bidang studi kalian, saya harap secara formal maupun informal, kalian belajar juga memahami tentang politik dan kemanusiaan. Aktivis kemanusiaan juga harus menjadi ilmuwan politik,” tuturnya.

Kejahatan kemanusiaan di berbagai belahan dunia tidak kunjung berhenti terjadi hingga saat ini. Hal ini tentu menimbulkan rasa ketidaknyamanan terhadap para pengungsi yang terdampak. Akibatnya, mereka terpaksa mencari perlindungan (suaka) dengan mengungsi ke negara-negara dermawan, termasuk Indonesia. Keadaan tersebut telah menjadikan mereka layak untuk mendapatkan perhatian dari para aktivis kemanusiaan di seluruh dunia.

Baca Juga: http://dompetdhuafa.org/id/berita/detail/Gelar-Kembali-Youth-For-Peace-Camp–Dompet-Dhuafa-Kuatkan-KolaborAksi-di-Kancah-Internasional

Negara-negara dengan pengungsi terbanyak di antaranya adalah Syria, Afganistan, Myanmar, Kongo, Somalia dan banyak lagi lainnya, mencari perlindungan pada negara-negara ketiga, namun hal ini tentu tidaklah mudah. Sebelum para pengungsi dan mencari perlindungan di negara ketiga, tidak jarang mereka mengalami kesulitan untuk harus menunggu waktu yang cukup lama sampai mereka benar-benar mendapatkan perlindungan suaka, apalagi sampai mereka dipulangkan ke negara asalnya.

“Banyaknya pengungsi disebabkan karena tingginya kasus darurat kemanusiaan. Ditambah faktor politik menjadikan semakin komplikasi,” ucapnya menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kasus darurat kemanusiaan.

Ia kembali menegaskan, kasus-kasus kekejaman kemanusiaan dan hilangnya rasa kedamaian di dunia banyak disebabkan oleh kepentingan politik individu maupun kelompok tertentu. Maka ia berpesan kepada para peserta untuk peduli dan turut belajar mengenai isu-isu politik nasional yang ada di negara masing-masing, maupun politik global.

“Bencana kemanusiaan diakibatkan oleh konteks politik tertentu yang ada di negara kita masing-masing,” tegasnya. (Dompet Dhuafa / Muthohar)