IDEAS Temukan Masalah Pekerjaan di Kota Justru Lebih Besar

SIARAN PERS, TANGERANG SELATAN — Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menggelar diskusi dan pemaparan _Soft Launching_ hasil riset bulanan bertajuk 'Kerja Layak Metropolitan’, di Kantor IDEAS, Tangerang Selatan, Selasa (17/3/2020).

Pada kasus ketenagakerjaan, IDEAS melihat bahwa Hingga kini Indonesia masih menghadapi masalah ketenagakerjaan yang mendasar, yaitu lapangan kerja yang minim dan kurang memadai. Meski tingkat pengangguran Indonesia adalah rendah dan terus menurun dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu dari kisaran 7 persen menjadi 5 persen, namun masih didapati adanya ketimpangan, khususnya pada daerah metropolitan.

Dari penelaahan terhadap 20 daerah aglomerasi di seluruh Indonesia, dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) hingga Mamminasata (Makassar, Takalar, Gowa, Maros), IDEAS menemukan permasalahan ketenagakerjaan justru lebih serius terjadi di perkotaan, khususnya daerah metropolitan.

Askar Muhammad, Peneliti IDEAS mengungkapkan, jumlah pengangguran di 20 daerah aglomerasi mencapai 3,4 juta orang, atau lebih dari 44 persen angka nasional. Yang terbesar adalah di Jabodetabek yang mencapai 1,3 juta orang. Kantong pengangguran nasional terbesar terkonsentrasi di Jabodetabek yaitu Kab. Bogor, Kab. Tangerang, Kab. Bekasi dan Kota Bekasi.

Askar melanjutkan, di kota-kota besar terjadi fenomena aneh yaitu terbaliknya Hukum Okun. Hukum Okun menyebutkan, seiring perekonomian tumbuh, tingkat pengangguran akan turun. Namun, tidak berlaku di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Gerbangkertosusila. “Justru yang terjadi sebaliknya," cetusnya.

“Nyatanya, data BPS menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja di DKI Jakarta yang bekerja di sektor informal. Ini menunjukkan bahwa kemampuan sektor formal di kota-kota besar untuk menyerap tenaga kerja mengalami penurunan," jelasnya lanjut.

Menurut data pemaparannya, di sepanjang 2015-2018, pertumbuhan sektor formal hanya tumbuh 0,91%. Data BPS menunjukkan bahwa tenaga kerja di DKI Jakarta yang bekerja di sektor informal  semakin meningkat. Sektor Formal DKI Jakarta mengerut 3,41% sepanjang 2015-2018, berkebalikan dengan data nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sektor formal di kota-kota besar untuk menyerap tenaga kerja mengalami penurunan.

Data selanjutnya adalah pada permasalahan kerja layak (Decent Work). Tingkat upah dan jaminan ketenagakerjaan pun menjadi dua isue utama. Tahun 2019, hanya 56,7 persen buruh yang memiliki upah diatas UMP. Dengan tingkat upah di batas tingkat subsisten, serta agenda kerja layak masih amat jauh dari harapan.  Hanya 16,58 persen buruh, karyawan, dan pegawai di kota-kota besar yang memiliki jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun.  

“Artinya mayoritas pekerja kita sangat rentan jatuh miskin ketika terjadi guncangan seperti sakit atau kecelakaan kerja. Itu baru masalah pengangguran, masih ada permasalahan lagi yaitu pada pekerja tidak penuh dan pekerja dengan waktu kerja yang berlebihan," tegas Askar. (Dompet Dhuafa/Muthohar)