BOGOR — Anak merupakan anugerah. Mereka adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang pernah dimiliki siapapun bagi yang sudah berkeluarga. Bahkan tidak jarang orang-orang sudah membeli perlengkapan bayi. Sambil menerka-nerka jenis kelamin anak mereka dan juga jumlahnya. Karena bisa jadi anak yang lahir merupakan kembar. Namun apa yang terjadi apabila anak yang sudah ditunggu-ditunggu ternyata memiliki kelainan? Misalnya menderita atresia ani, seperti yang dialami oleh Raihan Hamdan Hawari.
Raihan Hamdan Hawari atau yang biasa disapa Raihan merupakan bocah lelaki asal Bogor kelahiran 10 Febuari 2010. Lebih tepatnya ia berasal dari Kampung Kandang Panjang, RT 03/RW 07, Desa Tajurhalang, Kec amatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor. Sejak lahir ia menderita atresia ani, yakni tidak memiliki lubang anus dengan kelainan saluran lubang anus tersambung ke dalam saluran kandung kemih.
“Agak shock untuk awal-awal. Karena anak pertama. Kita juga tidak punya riwayat seperti itu. Kaget jadinya,” ujar Supriatna (39), selaku ayah Raihan.
Hingga kini, Raihan sudah melakukan operasi sebanyak tiga kali. Operasi pertama dilakukan ketika Raihan berusia dua hari yakni operasi untuk pemasangan kolostomi yakni pembuangan sementara di usus sebelah kiri. Operasi kedua ketika sudah berusia 10 bulan, yakni operasi pembuatan lubang anus dan memutus saluran yang tersambung ke saluran pipis. Lalu operasi yang ketiga itu pembedahan, jadi anus buatan itu diperlebar lagi. Lantaran terapi yang seharusnya berkala, dilakukan kurang maksimal.
“Operasi ketiga itu kurang lebih dua minggu lalu. Karena ketika usia 10 bulan hingga sekarang, terapi dengan menggunakan alat businasi saja. Namun karena Raihan sudah agak besar, jadi ketika terapi itu sulit dikondisikan, ia suka berontak dan kabur. Karena terapi businasi itu suka bikin sakit. Kadang juga akhirnya diberi obat bius supaya meredam rasa sakit dan bisa melakukan terapi. Belum lagi ditambah kondisi Raihan yang memang pasang surut. Karena nutrisi yang seharusnya diserap di usus besar menjadi kurang maksimal. Lantaran suka los gitu saja. Langsung buang air besar. Jadi terapinya kurang optimal,” lanjutnya.
Walaupun demikian, Raihan tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Bermain dengan teman sebayanya. Sekarang ini, ia akan duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Namun karena kondisi kesehatan yang pasang surut. Sehingga orang tua Raihan tidak bisa melepas begitu saja. Baik di lingkungan rumah maupun di sekolah.
“Cuman memang harus hati-hati. Karena pernah juga ia jatuh. Jadinya berdarah di bagian ususnya. Memang harus tetap didampingi. Ketika sekolah pun kita harus stand by. Kadang kita harus segera ganti kantung kolostominya. Kalau tidak, mengganggu aktivitasnya dan teman-temannya juga,” tambah Supriatna.
Namun Raihan cukup beruntung memiliki orang tua seperti Supriatna dan Devi Fitriani. Mereka terus berusaha merawat dan memberikan yang terbaik bagi putra sulungnya tersebut. Walaupun kadang memang banyak lika-liku yang dialami. Bahkan mereka harus memutar otak dengan membuat kantung kolostomi sendiri menggunakan kantung plastik es dan double tip. Karena kantung kolostomi itu cukup mahal dan membuat iritasi di tubuh Raihan. Jika dulu kantung kolostomi itu bisa dapat tiga dengan harga Rp. 50.000. Sekarang dengan harga Rp.54.000 hanya dapat satu.
“Dengan intensitas perawatan Raihan, saya dan istri sempat ke sana-sini untuk meminta pertolongan. Belum lagi harus berhenti kuliah dan kehilangan pekerjaan, karena harus bolak-balik rumah sakit,” tambahnya, yang juga pelatih silat di Kampung Silat Djampang Zona Madina Dompet Dhuafa.
Rencananya Raihan akan melakukan operasi yang keempat yakni menyambung kantung kolostomi ke anus buatan di RSUP Fatmawati. Nanti dilihat perkembangan selanjutanya apakah kotorannya bisa keluar melalui anus buatan itu atau bagaimana. Untuk mempermudah terapi atau perawatannya. Sehingga Raihan tidak kesulitan tatkala sedang melakukan perawatan. Namun untuk melakukannya, tentu membutuhkan biaya besar.
“Jadi kita sempat konsultasi ke dokter. Karena kita heran kenapa lama sekali di RSCM. Kala itu masih menggunakan BPJS. Namun agak ribet dan mengantri lama, jadi kita tidak pakai lagi. Akhirnya berkat rujukan RST Dompet Dhuafa kita pindah ke RSUP Fatmawati bagian umum. Namun untuk biaya operasinya itu kurang lebih sekitar Rp. 10.450.000. Itu belum termasuk untuk jam visit dokter, ruang rawat dan segala macam. Walaupun sempat nego juga, bisa atau tidaknya kira-kira untuk operasi kategori umum tapi yang lain-lainnya menggunakan BPJS. Karena targetnya ingin cepat selesai operasi sebelum tanggal masuk sekolah,” tambahnya.
Hingga kini donasi untuk Raihan dalam laman donasi.zonamadina.com sudah terkumpul sebanyak RP. 450.000. Raihan sendiri sedang menjalani rawat jalan sambil menunggu dan berharap melaksanakan operasi keempat yang insyaa Allah bisa jadi operasi terakhirnya.
Selaras dengan itu, di hari jadi ke-26, Dompet Dhuafa mengajak seluruh masyarakat untuk terus semangat dalam membantu dhuafa-dhuafa yang membutuhkan.
“Selama 26 tahun Dompet Dhuafa sudah membentang luas dalam menyentuh lapisan-lapisan masyarakat. Kesemua itu dilakukan untuk membantu kawan-kawan yang membutuhkan pertolongan dan belum terjamah oleh berbagai pihak. Maka di hari jadi Dompet Dhuafa ini, kita terus gulirkan bantuan-bantuan. Bahkan kalau perlu intensitasnya kita tingkatkan lagi dari yang sebelum-sebelumnya,” ujar drg.Imam Rulyawan.,MARS, selaku Direktur Utama Dompet Dhuafa Filantropi. (Dompet Dhuafa/Fajar)