PALU, SULAWESI TENGAH — Dengan lihai, Sarjinah (64), meramu bumbu lalu menyangrainya di dapur. Dengan sabar ia masukan bumbu demi bumbu. Dapurnya terlihat berantakan ketika sedang masak. Maklum saja, Sarjinah memiliki tugas memasak 300 porsi makanan setiap harinya. Tidak jauh dari Sarjinah, ada suaminya tercinta Sukiman (61), yang sibuk mengaduk-aduk nasi agar beras seberat 40 kg itu tidak pera nantinya. Di teras rumah, ada anak laki-laki dan perempuan, mereka merupakan anak, serta cucu dari Sukiman. Tugas keduanya adalah membungkus nasi dan lauk pauk yang sudah masak ke dalam wadah.
Palu siang hari memang panas, namun sepertinya tidak berlaku di teras rumah Sukiman. Canda gurau bersama anak cucu menjadikan nuansa kekeluargaan yang sejuk. Kehadiran relawan Dapur Keliling (Darling) Dompet Dhuafa yang ikut membantu juga menambah keramaian. Tidak disangka sebelum sholat dzuhur, 300 porsi makan siang sudah selesai dibungkus. Melalui Darling, 300 porsi tersebut didistribusikan ke pengungsi gempa di daerah Sigi, Sulawesi Tengah.
Sukiman dan Sarjinah merupakan aktor di balik lezatnya hidangan Darling Dompet Dhuafa. Pasangan suami istri tersebut tidak lelahnya membantu relawan Darling untuk menyiapkan ratusan porsi makanan pengungsi setiap harinya.
Sukiman bukanlah siapa-siapa, dia hanyalah penjual cendol asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang pergi merantau ke Palu, 40 tahun lalu. Di Palu ia dipertemukan dengan istrinya, Sarjinah dan membangun keluarganya di Palu.
“Di Sukoharjo tidak ada uangnya mas, macul seharian cuma dapat makan sehari. Pergi saya ke tempat lain, malah masuk sampai kesini,” canda Sukiman, ketika menceritakan awal mula kedatanganya ke Palu.
Bersama Sarjinah yang juga perantauan, ia dikaruniai tiga anak, dan enam cucu. Berbekal gerobak dorong, ia mencari nafkah dengan menjual es cendol yang ia racik sendiri.
“Alhamdulillah mas, jualan cendol pakai mobil, saya di sini,” canda Sukiman sekali lagi, sambil menunjuk gerobak cendolnya yang mangkrak di depan rumah.
Gempa palu yang sudah terjadi sebulan lalu memaksa Sukiman sementara berhenti berjualan. Perekonomian Palu yang belum pulih seratus persen membuatnya lebih memilih mengisi waktu dengan membantu relawan Darling menyiapkan sajian untuk pengungsi. Bahkan, ia juga menjadikan dapurnya untuk tempat memasak.
“Senang saya mas, daripada tidak ada kegiatan. Ini malah bisa bantu warga yang butuh bantuan,” tambah Sukiman.
Sekalipun rumahnya masih kokoh berdiri, dan tidak ada satupun keluarganya yang menjadi korban gempa, Sukiman masih merasa memiliki tanggung jawab untuk ikut membantu. Empati yang dirasakan Sukiman membuatnya tergerak dan mengajak keluarga untuk bersama membantu melalaui Dapur Keliling.
“Pasti sedih mas, kalau rumah rubuh itu. Ditambah kehilangan keluarga,” tutup Sukiman. (Dompet Dhuafa/Zul)