BALI — Saat gelombang pengungsian membesar, sekitar 1.200 orang mengungsi di Desa Sidemen, Karangasem, Bali. Setidaknya ada 130 orang di antaranya sakit dan saat itu hanya ada Bu Ngah, tim medis yang ada. Tanpa ada yang menyuruh, Bu Ngah mengeluarkan obat-obatan pribadinya untuk pengungsi. Ia tak lagi memikirkan untung rugi.
“Saya puas bisa berbuat langsung. Itu yang melatar belakangi saya bekerja di medis. Kalau saya nyari uang, saya sudah rugi. Karena saya senang, sebesar apa pun rasa capek akan hilang,“ terangnya.
Kerelawanan telah mengikat jiwa Ni Nengah Pujiani, seorang bidan dari Desa Sidemen, Karangasem, Bali. Semenjak gempa terjadi (20/9) lalu, Bu Ngah telah memposisikan dirinya sebagai relawan medis. Ia terima semua panggilan yang membutuhkan keahliannya. Bahkan hingga tengah malam dan sampai menembus hutan.
Di hari peningkatan status Gunung Agung, Bu Ngah masih memeriksa pasien di kawasan yang masuk rawan bencana. Tanpa memikirkan waktu, Bu Ngah baru sadar jika malam sudah sangat larut. Jika ia tak memikirkan pasien-pasien lain, ia sudah pasti mengurungkan kembali ke desanya. Karena harus melewati hutan dengan mengendarai motor sendirian. Namun, tekad Bu Ngah mengubah rasa takutnya dan membawanya kembali melayani para pengungsi lainnya.
Kerja tulusnya membuat simpul-simpul kebaikan yang lain. Banyak donatur dan dukungan yang mengalir untuknya, salah satunya Dompet Dhuafa. Ini adalah kali pertama Bu Ngah bekerjasama dengan Dompet Dhuafa. “ Bagus, cepat, respek, tanggap dan fair. Karena Dompet Dhuafa langsung mencari apa yang diperlukan (nggak asal nyumbang). Benar-benar dicari apa yang dibutuhkan,” tuturnya, dengan penuh rasa senang dapat bekerja sama dengan Dompet Dhuafa. (Dompet Dhuafa/Relawan)