Kisah Dai Cordofa: Spirit Dakwah di Tanah Alor

Tak kenal lelah, tak pantang menyerah. Itulah sosok seorang Abdullah Rahman Shaleh, seorang dai, anggota Corps Dai Dompet Dhuafa (CORDOFA) yang berdakwah dan mengabdikan dirinya di tanah kelahirannya, Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama istri dan anaknya.

Usai menamatkan kuliahya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada September 2006 silam, pria kelahiran Marica, 14 Maret 1978 ini memulai dakwahya dengan membuka Bimbel-Q (Bimbingan Belajar Al-Qur’an) di sebuah rumah kontrakan milik warga untuk anak-anak warga sekitar dan tidak dipungut biaya alias gratis.

Setelah berjalan kurang lebih enam (6) bulan, Ayah dari 3 orang anak ini mendapat amanah mewakili kabupaten Alor sebagai salah satu utusan peserta dari provinsi NTT untuk mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU) se- Bali Nusra yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT selama enam (6) bulan di Kupang.

“Setelah pulang dari PKU di Kupang tahun 2007 itulah saya bersama istri memodifikasi Bimbel-Q itu menjadi Madrasaha Diniyyah. Sebuah lembaga pendidikan nonformal dibawah naungan Kementerian Agama. Kemudian lembaga pendidikan nonformal itu diberi nama Madrasah Diniyyah (MADIN) Ar-Rahman Kalabahi,” ujarnya.

MADIN-pun sama dengan Bimbel-Q, sama-sama tidak memungut biaya dari para santri atau peserta didik. Baik itu biaya pendaftaran masuk maupun iuran bulanan selama proses belajar mengajar itu sejak awal tahun 2006 hingga saat ini.

“Karena banyaknya santri yang mendaftar di MADIN tersebut, maka saya mengajak beberapa orang yang dianggap memiliki kemampuan dan tidak meminta bayaran (gaji) dalam mengajar di MADIN untuk menjadi pengajar. Sebab, di MADIN tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an, melainkan ada lima mata pelajaran pokok yang harus diajarkan sesuai dengan kurikulum KEMENAG yang berlaku secara nasional dengan memadukan kurikulum kepesantrenan,” paparnya.

Alhasil jumlah pengajar waktu itu sebanyak 15 orang pengajar yang terdiri dari 4 ustaz dan 11 ustazah. Namun, akhirnya dari kelima belas pengajar itu satu-persatu mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak bias dijelaskan. Dan sampai saat ini pengajar MADIN hanya tinggal tiga orang saja. Meski jumlahnya hanya tiga orang pengajar, namun semangatnya tak pernah surut.

Selain mengajar di MADIN Ar-Rahman Kalabahi, Rahman juga tidak ketinggalan ide dan besar keinginan untuk menggarap dakwah lebih luas lagi dengan membina para muallaf di Kabupaten Alor yang setiap saat bertambah.

Kemudian ia bermusyawarah dengan istri dan pengajar MADIN lainnya untuk merancang pembinaan muallaf yang belum pernah dibina oleh lembaga atau ormas Islam lainnya di Alor itu. Ide dan gagasannya itu kemudian direalisasikan pada bulan Ramadhan 1432 Hijriah yang bertepatan dengan bulan Agustus 2011.

“Alhamdulillah program pembinaan muallaf itu kemudian kini telah menjadi sebuah forum pembinaan rutin bagi para muallaf di setiap pekan. Sedangkan pembentukan Forum Muallaf yang akhirnya disingkat menjadi FORTUALL Kabupaten Alor dibentuk pada bulan september 2011 di Masjid Nuruddin Kampung Nurdin. Kampong Nurdin adalah salah satu perkampungan muallaf terbanyak di Kecamatan Alor Tengah Utara (ATU),” jelasnya.

Setelah pembentukan FORTUALL Kab. Alor pada tahun 2011, maka para pembina muallaf yang diketuai sendiri oleh Ust. Abdullah Rahman Shaleh membentuk juga fortual ditingkat kecamatan agar memudahkan proses pembinaan di masing-masing wilayah dan juga di setiap perkampungan muallaf yang memang jauh dari kota kabupaten Alor.

Untuk memudahkan proses pembinaan muallaf, ia kemudian mengajak beberapa dai lokal untuk membentuk suatu komunitas yang menjadi agen peruahan khususnya perubahan mental spiritual para muallaf dan juga kaum muslimin pada umumnya yang membutuhkan pembinaan rutin. Maka terbentuklah Komunitas Dai Lokal yang disingkat menjadi TASDIL Alor. Dengan adanya TASDIL itu kemudian para dai lokal Alor mulai membagi tugas dan tanggung jawab dalam mebina dan berdakwah.

Hingga kini data muallaf yang terdaftar dalam binaannnya dan rekan-rekan dai lokal lainnya sejumlah 500 lebih muallaf (data tahun 2014) yang dilaporkan oleh ketua Fortuall Alor, Yusuf Samau.

“H. Yusuf Samau adalah putra asli ATU yang kemudian menjadi tokoh muallaf yang masuk Islam sejak tahun 1969. Menurut pengakuan beliau, bahwa beliau sangat bersyukur dengan kehadiran para Dai Lokal yang kemudian kini telah membentuk sebuah komunitas dai yang dapat membantu para muaallaf di Kabupaten Alor ini,” paparnya.

Pasalnya, sejak tahun 1962 orang-orang pribumi menjadi muallaf di Alor belum ada lembaga atau ormas lainnya yang memikirkan proses pembinaan secara rutin. Proses pembinaan diserahkan kepada masing-masing muallaf yang telah memilih islam menjadi agama bagi mereka. Maka dengan kehadiran Komunitas Dai Lokal ini sangat membantu forum yang sudah terbentuk tersebut. (fajar/gie)