Kisah Heni Jaladara: Mantan Buruh Migran Indonesia yang Menginspirasi (Bagian Satu)

CARINGIN, BOGOR — Saya terlahir dengan begitu banyak alasan untuk gagal. Tapi selama ini saya berjuang menemukan alasan bahwa saya harus berhasil... Kalimat inilah yang terucap dan membawa serangkaian gerbong semangat dilintasan rel perjalanan kereta hidup seorang Heni Sri Sundani. Filosofinya melekat pada perempuan asal Ciamis yang memilih ‘Jaladara’ (nama salah satu kereta api kuno di Solo) sebagai ‘nama pena’ saat ia membuat sejumlah tulisan untuk karya tulisnya saat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hongkong. Kini, Heni, adalah pendiri yayasan Empowering Indonesia (EmpoweringIn) Foundation dan AgroEdu Jampang Community yang berbasis program edukasi dan kesehatan bagi masyarakat di pedesaan khususnya petani.

Ayahnya seorang buruh tani di Ciamis dan ibunya seorang buruh pabrik di Bekasi. Selain berasal dari keluarga sederhana, Heni pun harus lebih banyak tinggal bersama neneknya karena kondisi orang tua yang bercerai harus ia alami sejak usianya satu tahun. “Nenek saya juga seorang disabilitas”, ujar Heni. Ketakutan-ketakutan yang ia rasakan dari faktor lingkungan terdekat, menjadi energi yang besar untuk berjuang mengubah kondisi yang ada. Dengan sederhana, Heni mengubah dan memiliki pemikiran baru bahwa ia harus sekolah. Namun setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ia memutuskan untuk hijrah ke Hongkong, bekerja sebagai TKI.

Pada Oktober 2005, Heni bersama 19 orang TKI lainnya berangkat ke Hongkong melalui sebuah agen PJTKI di Tangerang. Di antara rutinitasnya sebagai pekerja rumah tangga, Heni memanfaatkan waktu luangnya dengan aktifitas utama seperti membaca, menulis, juga mengunjungi perpustakaan. Dan rangkaian inilah yang membawa langkahnya pada kesempatan untuk mengaktualisasikan kegemarannya dalam dunia tulis-menulis di media berbahasa Indonesia yang ada di Hongkong. Ia membuat sejumlah ragam tulisan, salah satunya mengenai kehidupan TKI, beberapa diikutsertakan dalam lomba karya tulis. Hasilnya juga untuk membiayai kuliah Sarjana (S1) jurusan Enterpreneur Management di Saint Mary, Hongkong.

Kepedulian Heni juga membuat dirinya tergabung dalam berbagai organisasi terutama Buruh Migran Indonesia (BMI) Hongkong. Menjadi salah satu ‘jembatan’ untuk berinteraksi dan membantu kawan-kawan TKI yang mengalami masalah. Hal ini pula yang membuat dirinya tergabung menjadi relawan Dompet Dhuafa cabang Hongkong sejak tahun 2009. “Saat itu hanya ada lembaga Dompet Dhuafa, beruntung sekali kami (TKI) ada pendampingan, khususnya dalam masalah advokasi”, jelas Heni.

Ia memberi bukan karena ia memiliki banyak, tetapi karena ia pernah merasakan tidak memiliki apa-apa. Saat itu Oktober 2011, tepat enam tahun setelah Heni hidup di Hongkong. Ia kembali ke Indonesia namun destinasi pertamanya adalah Pulau Dewata, Bali, untuk menghadiri gelaran Ubud Writers & Readers International Festival karena terpilih sebagai salah satu dari 16 penulis muda Indonesia. Kedatangannya kembali ke kampung halaman, tepatnya di Kampung Jayaraksa, Desa Beber, Ciamis, Jawa Barat, membuatnya semakin tersadar bahwa selama itu ia tidak merasakan banyak perubahan yang terjadi di tanah kelahirannya tersebut. Dengan inisiasi sederhana, ia mengajak warga sekitar khususnya anak-anak untuk berkumpul di rumahnya. Walaupun ia beranggapan tinggal di rumah yang hampir ambruk, tetapi dirasa masih ada area yang cukup layak untuk ia jadikan tempat berkumpul melakukan aktifitas positif. Sepulang dari Hongkong, Heni membawa 3,000 (tiga ribu) buku bacaan dan 3 (tiga) buah laptop, cukup untuk ia manfaatkan dan perkenalkan untuk anak-anak lingkungan rumah tinggalnya. “Kemudian saya katakana pada teman-teman, kalau ada yang mau belajar gratis, yuk datang saja ke rumah”, ungkap Heni.

Pada Jum’at (12/1), Tim Dompet Dhuafa menemui Heni di Villa Putih. Kini tempat tersebut merupakan basecamp kegiatan EmpoweringIn Foundation. Berada di kawasan pertanian yang sejuk & asri di Kampung Legok Ayum, Desa Lemah Duhur, Kecamatan Caringin, Bogor yang juga sebagai tempat tinggal bersama suaminya. “Dengan program unggulan Anak Petani Cerdas, total komunitas ada 11 titik sebaran, satu disini (Villa Putih), enam titik di wilayah Parung, Bogor. Kemudian di Ciamis, Banjar, Majenang, dan Lombok. Kebanyakan relawan dan donatur pun adalah jaringan dan teman-teman TKI”, ungkapnya.

Heni ingin memberdayakan teman-temannya para TKI  agar seusai bekerja sebagai buruh migran, cita-cita mereka tidak berhenti sebatas itu, tetapi turut serta dalam menebar kebaikan. Ia menambahkan, “Harapannya mereka juga mau mengajak kebaikan kepada orang lain. Kita tidak tahu, walaupun kebaikan itu kecil bisa jadi menjadi impact yang begitu besar”.

Kini, selain menyelesaikan kuliah S1 Enterpreneur Management, di Saint Mary Hongkong, Heni juga seorang lulusan S2 Jurusan Manajemen Pemasaran, STIE Bumi Putra Jakarta. Ia meneruskan, “Saya dan suami masih ingin sekali lanjut sekolah S3, mohon doakan saja. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)