Bagi Ngadiakur (52), payung lukis menjadi salah satu kerajinan khas asal Kota Klaten, Jawa Tengah yang sudah semestinya harus dilestarikan. Pasalnya, seiring berjalannya waktu tanpa disadari, generasi pengrajin payung lukis sendiri sudah mulai nampak terkikis, dikarenakan beralihnya profesi ke bidang pekerjaan lain.
Menurut Pak Ngadi, demikian sapaan akrab pengrajin payung lukis dari tiga generasi ini, bila hal tersebut terus-menerus terjadi, sentra produksi kerajinan payung lukis tersebut akan berangsur-angsur hilang.
“Saya tidak ingin kerajinan payung lukis ini musnah tergerus jaman karena tidak adanya generasi yang melanjutkan. Untuk itu, saya bergabung dengan sebuah Paguyuban bernama Multi Rahayu, yang juga merupakan kelompok Pengrajin Payung Lukis di kawasan Juwiring, Klaten,” ujar Pak Ngadi.
Bersama Paguyuban Multi Rahayu, sudah berjalan 15 tahun Pak Ngadi menjadi pengrajin payung lukis. Kelompok pengrajin payung lukis sendiri terbagi menjadi 2 kelompok, pertama pengrajin kerangkanya 25 orang, kedua pengrajin payungnya yang berjumlah 20 orang.
Selain melanjutkan usaha yang dikelola kedua orangtua dan keluarga besarnya tersebut, sejak kecil Pak Ngadi sudah kepincut dengan keindahan payung lukis yang merupakan salah satu potensi lokal di wilayah Klaten.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu, perjalanan Pak Ngadi dan rekan-rekannya di Paguyuban Multi Rahayu dalam menjalankan produksi payung lukis sendiri sempat berjalan kurang mulus. Hal tersebut terjadi dikarenakan modal usaha produksi serta minimnya tenaga kerja (pengrajin payung)yang dimiliki. Hingga pada akhirnya, setitik cahaya terang mulai mengembalikan semangat Pak Ngadi beserta kelompok pengrajin lainnya ketika Dompet Dhuafa melalui Jejaring Masyarakat Mandiri hadir membantu pemasalahan yang tengah dialami.
“Awal tahun 2014 saya kedatangan tamu dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Sejak menceritakan kesulitan yang dialami paguyuban, Dompet Dhuafa menawarkan modal usaha sebesar Rp 10 juta dan pendampingan usaha. Alhamdulillah, nggak nyangka bisa berjalan sampai saat ini,” jelasnya.
Sejak dibantu oleh Dompet Dhuafa, Pak Ngadi mengaku, usaha kerajinan payung lukis sendiri mengalami perubahan yang lebih baik. Dalam memproduksi payung lukis, Pak Ngadi dan rekan-rekan paguyuban bisa menghasilkan sebanyak 30 buah dalam sehari. Payung lukis yang telah rampung biasanya siap di pasarkan di beberapa wilayah sekitar Klaten seperti Solo dan Yogyakarta.
“Alhamdulillah, semenjak dibantu modal usaha oleh Dompet Dhuafa kami bisa memenuhi pesanan payung lukis. Kami mengharapkan, bantuan berupa alat pencetak kerangka bisa segera hadir untuk mempermudah produksi kerajinan payung lukis ini,” ungkapnya tersenyum.
Selain mengalami perubahan yang lebih baik dalam omzet pemesanan, Pak Ngadi menuturkan, untuk menarik minat para wisatawan domestik dan mancanegara, serta anak-anak muda di wilayah Klaten dan sekitarnya, melalui pendampingan usaha dari Dompet Dhuafa, Paguyuban Multi Rahayu beberapa bulan sekali menggelar kegiatan Workshop Kerajinan Payung Lukis. Dalam Workshop tersebut juga digelar pelatihan seni keterampilan melukis payung yang bertujuan untuk mengajak pengunjung melestarikan warisan budaya negeri.
“Mereka generasi muda tidak tertarik dengan kerajinan payung lukis, karena memang pembuatannya sangat tradisional sekali. Sehingga mereka lebih memilih pekerjaan lain, yang mungkin lebih keren. Tapi saya yakin, melalui workshop yang sering kami gelar, Insya Allah menjadi jalan kami untuk menarik minat pemuda untuk melestarikan kerajinan payung lukis,” harapnya. (Dompet Dhuafa/Uyang)