?Man Jadda Wajada?

Ustadz Salman tiba-tiba datang, selain membawa buku, tangannya yang lain juga menenteng sebilah pedang dan sebatang kayu. Dengan serta merta, ia mengeluarkan pedang dari sarungnya dan memotong kayu yang dibawanya. Cukup lama Ustadz Salman memotong kayu tersebut, karena memang pedang yang digunakannya sudah tumpul dan berkarat pula.

“Bukan yang tajam yang dapat berhasil, melainkan yang bersungguh-sungguh, man jadda wajada,” demikian kira-kira kata yang keluar darinya usai berhasil memotong kayu tersebut. Sontak saja seisi ruangan kelas mengikuti “mantra” yang diajarkan Ustadz Salman dengan penuh semangat, “man jadda wajada.”

Itu sedikit penggalan cerita yang terdapat dalam film “Negeri 5 Menara” besutan Affandi A. Rachman yang mulai tayang di bioskop sejak pekan lalu. Alif, anak Minang yang ingin kuliah di Institut Teknologi Bandung dan bercita-cita seperti BJ Habibie, tiba-tiba harus mengikuti keinginan orang tuanya untuk mondok di Pondok Pesantren Madani yang terletak di Ponorogo Jawa Timur. Pesantren dianggapnya tidak akan memuluskan cita-citanya. Namun, kesan yang didapatkan Alif dalam pelajaran pertamanya dengan Ustadz Salman telah mengubah mindset-nya.

Mantra “Man Jadda Wajada” yang berarti “yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil” begitu menghujam di dalam sanubari Alif dan “Sohibul Menara” lainnya. Segala sesuatu dapat diraih oleh siapa pun, mimpi yang tinggi seperti menara pun diwujudkan selama ada keseriusan, kesungguhan dan doa tentunya. Dari pesantren inilah kemudian Alif dan sahabat-sahabatnya menggapai kesuksesan.

Bagi kami, film “Negeri 5 Menara” adalah film ketiga dimana Dompet Dhuafa terlibat aktif dalam mempromosikannya. Dompet Dhuafa akan selalu mendukung film-film tanah air yang memiliki value, seperti pendidikan, keagamaan dan kemanusiaan. Kami juga berharap akan banyak lagi produser dan sineas-sineas tanah air yang melahirkan film-film bermutu seperti film “Negeri 5 Menara” ini. Karena kami yakin, film-film seperti ini akan memberikan semangat, motivasi dan inspirasi bagi anak bangsa.

Banyak pelajaran bisa kita petik dari film yang diangkat dari novel dengan judul sama ini. Bahwa ternyata dunia pesantren yang selama ini kita persepsikan kumuh, kotor, jorok dan kolot, tidak selalu benar adanya. Pesantren tidak hanya mengajarkan pendidikan kepada santri-santrinya, lebih dari itu pesantren mengajarkan mereka bagaimana menjalani kehidupan dan menjadi “orang besar” sebagaimana dipesankan Kyai Rais.

Saya memang sangat terkesima dengan nasehat yang disampaikan Kyai Rais di hadapan ribuan santrinya. Bahwa orang besar bukanlah orang yang menduduki posisi paling atas, menyandang gelar akademis yang banyak dan bukan pula mereka yang memiliki jabatan tinggi. Orang besar adalah orang yang mengabdikan dirinya kepada masyarakat, serta membawa manfaat kepada orang yang berada di sekitarnya.

Terakhir, bahwa segala keinginan dan cita-cita harus dicapai dengan keseriusan, fokus dan kesungguhan. Tidak hanya dalam dunia pendidikan, melainkan semua sisi kehidupan kita, termasuk pemerintah jika ingin mengentaskan kemiskinan. Butuh keseriusan, harus fokus dan tentu harus ada political will dari pemerintah. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita memakai “mantra” Man Jadda Wajada.