Mengenal Lebih Dekat Program Pemberdayaan Dompet Dhuafa di Kasepuhan Sinar Resmi

SUKABUMI- Langit mendung mulai menghiasi wilayah Kasepuhan yang berpenghuni sekitar 73 KK ini. Namun, suasana tersebut tak mempengaruhi aktivitas warga dalam menjalani kegiatan sehari-hari, baik bertani hingga anak-anak yang tengah asyik bermain maupun bersekolah. Senyum dan sapaan hangat yang tersirat, bukan hanya menjadi ciri khas, melainkan kebiasaan hidup sehari-hari yang selalu diterapkan warga di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

“Saling salam dan sapa juga menjadi hukum adat yang biasanya kami terapkan sehari-hari, karena dari saling sapa tadi, akan timbul rasa empati dan saling mengasihi satu sama lain,” ujar Abah Asep Nugraha, Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi, pada Rabu (28/1).

Menurut Abah, untuk menjalani kehidupan sehari-hari, warga di Kasepuhan selalu bercermin pada hukum adat yang telah diterapkan. Begitu juga halnya dengan tradisi menjaga benih lokal, khususnya benih padi yang sudah dilestarikan turun-temurun sejak 5 abad lalu. Kelestarian yang dijaga pun membuahkan hasil. Terdapat 60 jenis benih padi unggul yang kelak menjadi cikal bakal ketahanan pangan bagi warga Kasepuhan.

“Alhamdulillah, di Kasepuhan ini belum pernah mengalami massa paceklik. Selain itu juga padi yang dihasilkan tidak untuk diperjual belikan, khusus untuk di konsumsi saja. Ini merupakan peraturan adat yang wajib di patuhi, supaya kemurnian benih lokal tetap terjaga, tidak ada yang menyalahgunakan,” paparnya.

Proses penanaman benih padi di Kasepuhan Sinar Resmi selalu dilakukan setiap setahun sekali. Menurut Abah, hal tersebut sesuai dengan konsep pertanian yang dijunjung tinggi adat Kasepuhan selama ini. Tanah Bumi diibaratkan sebagai ‘ibu’ yang menjadi lahan pertaniannya, dan langit menjadi ‘ayah’ yang selalu memberikan manfaat melalui musim penghujan dan sinar matahari.

“Pake filosofi aja, kalo ibu mengandung hanya satu kali selama sembilan bulan itu waktunya kan mendekati satu tahun. Begitu juga sama halnya dengan tanam padi. Harus ada masa istirahatnya. Biar semuanya seimbang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Abah menceritakan, bilamana musim panen telah tiba, seluruh warga selalu membagi hasil sekitar 20 persen hasil panennya ke leuit (lumbung padi) Kasepuhan. Hal ini juga menjadi bagian dari peraturan adat yang dinamakan Jekat, di mana setiap warga wajib mengeluarkan hasil panen sebanyak 100 pocong (ikat) padi, untuk membantu warga yang mengalami gagal panen.

“Bila peraturan adat terus diterapkan, insya Allah saya yakin, Tuhan juga pasti akan permudah semuanya. Bila melakukan kebaikan, pasti Allah balas dengan kebaikan yang berlipat ganda,” ucapnya tersenyum.

Melihat kearifan lokal yang begitu terjaga di Kasepuhan Sinar Resmi, membuat Dompet Dhuafa sebagai lembaga zakat yang bergerak lebih dari 20 tahun dalam bidang pemberdayaan, turut mendukung pelestarian benih lokal di kawasan tersebut. Melalui Pertanian Sehat Indonesia (PSI) Dompet Dhuafa menginisiasi Program Bank Benih, di mana Dompet Dhuafa mendampingi masyarakat Kasepuhan dalam melakukan pendataan 60 benih lokal, hingga membukakan lahan khusus untuk penanaman benih. Tidak hanya lahan, kini Dompet Dhuafa telah mendirikan 3 unit leuit yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan padi.

Di lahan seluas 7200 meter persegi, Dompet Dhuafa memulai pelestarian benih lokal di Kasepuhan Sinar Resmi. Sebanyak 9 jenis padi pun sudah mulai ditanam di antaranya, Sri Kuning, Pare Salak, Raja Denok, Cere Kawat, Balintung,

Selain program Bank Benih, rencananya di tahun 2015 ini Dompet Dhuafa kembali akan menggulirkan program pemberdayaan di wilayah Kasepuhan Sinar Resmi dengan konsep Desa Wisata. Program pemberdayaan tersebut bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat luar tentang pelestarian benih lokal yang ada.

“Abah sangat antusias dengan program Desa Wisata yang akan digarap Dompet Dhuafa. Mudah-mudahan semuanya berjalan sesuai rencana,” harapnya. (uyang)