JAKARTA — Pusat Bantuan Hukum (PBH) Dompet Dhuafa bersama Keluaga Migran Indonesia (KAMI) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyelenggarakan Workshop Internasional tentang perkembangan peraturan perlindungan anak buah kapal (ABK) perikanan yang ada di Indonesia dan Taiwan, pada Kamis (20/6/2019). Dalam workshop tersebut KAMI mengundang beberapa lembaga pemerintah termasuk Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Selain itu KAMI juga mengundang Control Yuan Taiwan dan ormas-ormas terkait, untuk berdiskusi. Control Yuan adalah agensi investigasi yang memonitor cabang pemerintahan Taiwan.
Menurut Nursalim, Ketua Umum KAMI, Indonesia telah mengesahkan UU no. 15 tahun 2016 tentang peraturan perlindungan pekerja perikanan. Namun belum mengatur pekerja perikanan di kapal penangkap ikan ketika berada di perairan. Ada juga UU Nomor 18 tahun 2017 mengatur perlindungan terhadap pekerja migran secara umum.
“Pekerja migran di laut atau ABK di kapal tangkap ikan asing cukup berbeda jika dibandingkan dengan pekerja migran di daratan, seperti pabrik atau lainnya,” terang Nursalim.
Jaringan buruh migran dan Envoromental Justice Foundation (EJF) telah melakukan gap analisis secara informal antara RPP dan C188 oleh International Labour Organization (ILO). Telah ditemukan beberapa aspek utama di C188 yang belum tercakup dalam RPP, seperti belum adanya peraturan tentang persyaratan cek medis dan siapa yang bertanggung jawab untuk cek medis, tidak menyebutkan minimal waktu istirahat bagi pekerja perikanan migran. Selain itu juga dokumen persyaratan yang harus dimiliki oleh pekerja migran perikanan tidak mensyaratkan secara lengkap.
“Pekerja migran Indonesia yang berada di wilayah Taiwan diatur oleh Kementerian Taiwan. Sedangkan yang berada di laut lepas diatur oleh Kementerian Indonesia. Sejauh ini memang Kementerian Indonesia belum membedakan tenaga kerja yang di darat dan di laut,” jelas Defril, Kementerian Ketenagakerjaan Departemen Luar Negeri.
Di 2018, EJF telah menemukan perbedaan terkait peraturan Pemerintah Taiwan dengan ILO C188. Ada delapan komponen utama dalam gap analisis yang dipublikasikan oleh EJF tersebut. Di sisi lain Indonesia merupakan penyumbang pekerja migran perikanan terbesar di Taiwan. Peraturan pemerintah Taiwan tentang ABK akan sangat berpengaruh bagi proteksi pekerja migran Indonesia di sektor perikanan.
Oleh karena itu Defril merasa pemerintahan Taiwan sangat perlu untuk meninjau ulang dan merevisi regulasi terhadap ABK.
“Indonesia mendorong kementerian perburuhan Taiwan supaya mem-PK regulasi tentang buruh nelayan laut lepas. Supaya sama dengan yang di darat, sesuai dengan peraturan perburuhan yang ada di Taiwan,” terangnya. (Dompet Dhuafa/Muthohar)