JAKARTA — Pendidikan, penting melibatkan faktor emosi atau perasaan ke dalam penerapannya. Jika manusia direduksi menjadi sekedar makhluk berakal, itu akan mencederai esensi dari makhluk yang bernama manusia itu sendiri. Mereka makhluk yang kompleks, terdiri dari berbagai organ tubuh, berbagai kecakapan, berbagai ras, berbagai identitas dan lain sebagainya.
Itulah yang terjadi saat ini. Dengan mengagungkan pengetahuan di ranah pendidikan, cenderung mereduksi kehidupan manusia menjadi sekedar makhluk berakal tanpa perasaan. Perasaan, telah hilang peranannya di pendidikan. Hanya dalam pendidikan tertentu saja yang melibatkan perasaan, seperti dalam pendidikan seni, baik teater maupun sastra. Maka perlunya kita setidaknya untuk menyoal kembali bagaimana merumuskan pendidikan yang tepat untuk manusia yang kompleks.
Menyoal kembali pendidikan tersebut didiskusikan dalam acara talkshow dengan tema “Harmoni Cinta Guru” yang digagas oleh Dompet Dhuafa Pendidikan, bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Kampus UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur (23-24 dan 26 November 2018). Yang diisi oleh Lendo Novo (Penggagas dan Pendiri Sekolah Alam), Lisnaini Sukaidawati (Konsultan Keluarga dan Parenting dari Rumah Parenting), Tsani Nur Famy (Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar), dan Bayu Chandra Winata (Ketua Center for Education Study & Advocacy Dompet Dhuafa Pendidikan).
Lendo Novo sendiri mengakui kalau pendidikan masih saja berkutat pada pengetahuan atau kemampuan berpikir. Padahal baginya, akhlak, perasaan dan sikap juga sama pentingnya.
“Pendidikan di Indonesia masih berfokus pada knowledge. Inilah justru yang menjadi permasalahan pendidikan di negara kita. Pendidikan seharusnya kembali kepada sunnah rasul, yakni berfokus pada akhlak. Karena inti dari pendidikan adalah suri tauladan. Majunya sebuah negara bukan karena knowledgenya, namun karena akhlak (attitude) dari masyarakatnya,” ungkap Lendo Novo, Pendiri dan Penggagas Sekolah Alam.
Di lain pihak, Lisnani Sukaidawati menyoal pendidikan ke ranah yang lebih dalam, yakni keluarga. Keluarga penting sebagai jenjang pendidikan yang diterima pertama kali oleh setiap orang. Maka penting sekiranya keluarga untuk tidak hanya menyerahkan soal pendidikan ke institusi formal. Akan tetapi, juga merupakan tanggungjawab mereka untuk membentuk individu atau orang yang lebih baik lagi.
“Mendidik adalah mencintai. Karena tidak mungkin kita mengajarkan sesuatu tanpa adanya cinta. Peran mendidik yang paling penting adalah dari keluarga. Mencintai berarti ada peran kehadiran, karena kuantitas harus beriringan dengan kualitas interaksi kita dengan anak yang kita didik. Hadirkan diri kita sebagai orang tua. Karena kehadiran dan tindak tanduk kita dalam proses mendidik anak akan menjadi teladan bagi mereka,” terang Lisnani Sukaidawati, Konsultan Parenting Rumah Parenting.
Dengan demikian nuansa pendidikan akan lebih baik lagi apabila kita mempertimbangkan kembali sistem, sumberdaya, maupun penerapan pendidikan dengan melibatkan unsur pengetahuan dan juga perasaan. (Dompet Dhuafa/Fajar)