Prospek Zakat Indonesia 2016

Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat memandatkan dominasi peran negara dalam pengelolaan zakat, semakin lengkap regulasi turunannya. Turunan regulasi utama adalah Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan dari UU No. 23 Tahun 2011. Salah satu akibat dikeluarkannya PP No. 14 Tahun 2014 adalah dibentuknya BAZNAS “baru” dengan para komisioner yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No 66/P Tahun 2015 tentang Pengangkatan Anggota Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Periode 2015-2020.

Turunan regulasi lainnya adalah dikeluarkannya Inspres No. 3 Tahun 2014 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di kementerian / lembaga, sekretariat jenderal lembaga negara, sekretariat jenderal komisi negara, pemerintah daerah, BUMN, BUMD melalui BAZNAS. Inpres ini mewajibkan semua pegawai untuk membayarkan zakat melalui BAZNAS.

Pada akhir 2015 juga dikeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 333 Tahun 2015. Salah satu isi penting dari KMA No. 333/2015 adalah klasifikasi dari Lembaga Amil Zakat /LAZ bentukan masyarakat. Di dalam KMA 33/2015 itu disebutkan bahwa LAZ dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: LAZ Nasional apabila mampu menghimpun zakat minimal Rp. 50 Milyar, LAZ Provinsi apabila mampu menghimpun zakat Rp. 20 Milyar dan LAZ Kabupaten/Kota mampu menghimpun zakat Rp. 3 Milyar.

Dengan memperhatikan perkembangan regulasi zakat dan memperhatikan perkembangan kondisi masyarakat Indonesia saat ini, maka kita dapat memperkirakan berbagai perkembangan zakat yang terjadi pada waktu ke depan :

  1. Dengan perbaikan regulasi dan tatakelola zakat, Diperkirakan Zakat pada tahun 2016 akan tumbuh sebesar 30%. Sehingga capaian penghimpunan zakat secara nasional pada tahun 2016 mencapai Rp 5,46 Triliun. Angka 5,4 Trilyun artinya tingkat pencapaian penghimpunan zakat masih berada pada kisaran 2,5% dari potensinya.
  2. Jumlah LAZNAS akan berkurang, akibat mengalami degradasi. Dengan pembatasan bahwa syarat minimal penghimpunan zakat bagi LAZNAS adalah Rp 50 Milyar, maka diperkirakan jumlah LAZNAS di Indonesia menyusut dari 18 LAZNAS pada masa lalu, menjadi maksimal hanya 10 LAZNAS.
  3. Penghimpunan dana masing-masing LAZNAS akan semakin besar. Dengan berkurangnya jumlah LAZNAS, maka diperkirakan jumlah penghimpunan dana masing-masing LAZNAS akan mengalami kenaikan.
  4. Jumlah UPZ akan semakin banyak, akibat terjadi arus formalisasi organisasi para pengelola zakat informal. Pengelola zakat di masjid, pesantren, sekolah dan BMT yang pengumpulan dananya masih kecil akan berbondong-bondong membentuk atau menjadi UPZ. Belum lagi ditambah pengelola zakat di lembaga negara dan perusahaan negara, menjadikan UPZ semakin banyak.
  5. Peran BAZNAS semakin signifikan. Dengan segala kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang dan regulasi turunannya, mau tidak mau peran BAZNAS akan semakin signifikan dalam pengelolaan zakat di indonesia. Kita berharap posisi sangat strategis BAZNAS dapat dioptimalkan melalui kualitas kepemimpinan dan manajemen BAZNAS yang semakin lebih baik, khususnya dalam berinteraksi dengan semua pemangku kepentingan zakat di Indonesia.
  6. LAZ dituntut semakin berkualitas. Akibat perbaikan tata kelola zakat Di Indonesia, khususnya dengan adanya fungsi pengawasan dan evaluasi yang dilakukan BAZNAS dan Kementerian Agama, LAZ harus meningkatkan kualitas lembaganya.

Tantangan efektivitas pemanfaatan zakat akan semakin besar. Perkembangan masyarakat yang semakin kritis dan arus informasi yang semakin terbuka, pada akhirnya masyarakat akan semakin ingin mengetahui bahwa pemanfaatan zakat yang dilakukan lembaga zakat betul-betul sudah efektif, yaitu ikut serta mengatasi kemiskinan secara nyata.