YOGYAKARTA — Dompet Dhuafa cabang Yogyakarta melakukan edukasi tentang pranikah yang dihadiri oleh 34 peserta. Kegiatan tersebut dilakukan di Balai Desa Tepus, Kelurahan Tepus, Kecamatan Tepus, Gunungkidul, Yogyakarta. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang pernikahan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diduga. Salah satunya perilaku seks pranikah, dan lain sebagainya.
“Anak-anak harus didampingi dan taat sama orang tua. Jangan bikin orang tua tertampar karena kecelakaan, alias hamil di luar nikah. Karena itu adik-adik jangan sekali-kali menelepon syaitan. Jauhi syaitan,” pesan Suryono, selaku Sekretaris Desa Kelurahan Tepus dalam sambutannya pada pelatihan Pendidikan Pranikah yang diinisiasi Divisi Dakwah Dompet Dhuafa Cabang Yogyakarta.
Berdasarkan data yang dihimpun BKKBN melalui BNN (2016) tentang Perilaku Beresiko yang meliputi seks pranikah. Pada 2011: untuk jenjang SMP 2%; SMA 3%; PT 8%. Sedangkan pada 2016: SMP 2%; SMA 5%; dan PT 9%. Terdapat peningkatan di jenjang SMA dan Perguruan Tinggi (PT), akan tetapi persentase di jenjang SMP tidak memperlihatkan penurunan.
Lalu melalui SDKI BPS juga memperlihatkan hasil yang variasi. Pada 2007 untuk laki-laki usia 15-19 sejumlah 3,7 %, lalu untuk usia 20-24 sejumlah 10,5%. Namun pada 2012 untuk laki-laki usia 15-19 sejumlah 4,5 %, untuk usia 20-24 sejumlah 14,6. Perilaku seks pranikah yang dilakukan laki-laki menunjukkan peningkatan.
Walaupun demikian, perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh perempuan pun juga variasi. Pada 2007, perempuan di usia 15-19 sejumlah 1,3%, lalu di usia 20-24 sejumlah 1,4%. Sedangkan di 2011, perempuan di usia 15-19 sejumlah 0,7%, lalu di usia 20-24 sejumlah 1,8%.
Dengan data tersebut, maka Dompet Dhuafa cabang Yogyakarta menginisiasi pelatihan tersebut. Salah satu pesan yang diusulkan dalam kegiatan tersebut ialah menjadi pribadi yang berjiwa besar dengan cara berikhtiar dan sabar. Hal tersebut dicapai dengan mengisi kegiatan-kegiatan positif yang memungkinkan untuk terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif.
Jika kita sudah memiliki jiwa yang besar, maka pada akhirnya akan menemukan pasangan yang sama-sama berjiwa besar. Sederhana tapi mengena. Jika menjadi diri yang baik, maka kita akan didekatkan dengan orang yang baik. Akan tetapi jika menjadi diri yang buruk maka kita akan didekatkan dengan orang-orang yang buruk juga.
“Berikhtiar lah mencari pasangan yang berjiwa besar. Diawali dengan mengubah diri menjadi pribadi yang berjiwa besar terlebih dahulu. Karena orang berjiwa besar itu akan ketemu jodohnya yang sama dengan dirinya. Jangan bermimpi dapat jodoh yang rajin sholat subuh, sementara kita masih molor ketika shubuh datang,” pesan ustadz Fahruddin, dalam kupasan materinya.
Diharapkan lewat kegiatan tersebut dapat meningkatkan kesadaran kepada khalayak tentang pernikahan. Dapat memberikan pemahaman yang jernih dan pengamatan yang tajam dalam menyikapi serta menyiapkan pernikahan. (Dompet Dhuafa/Fajar)