Sekolah Amil, Menunjang Standarisasi Penghargaan Profesi

JAKARTA –- Menekuni sebuah profesi dengan penuh cinta dan keihklasan menjadikan seseorang akan lebih menikmatinya. Salah satunya adalah mereka yang menekuni profesi sebagai amil. Karena, dalam dunia zakat, infak, sedekah dan wakaf, posisi amilin sangatlah penting. Seperti apa yang diuraikan oleh tokoh ilmuwan Islam, Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, dalam kesempatan wawancara oleh tim Dompet Dhuafa.

Pada kesempatan tersebut, Amin Suma mengungkapkan, jika ditilik dan dihubungkan dengan keterampilan dalam menunjang kinerja, adanya sekolah amilin adalah penting. Namun, semua harus dalam argumentasi dan tujuan yang terukur. Sehingga amilin yang disekolahkan, nantinya jelas mau dijadikan apa. Selain itu juga semakin mudah dalam penyusunan silabus dan kurikulumnya.

“Sekarang di era modern ini, segala sesuatu dihubungkan dengan keterampilan. Sehingga lembaga yang bergerak di bidang perzakatan memandang perlu membuat sekolah amilin. Karena di Indonesia tentu ini bukan barang baru. Karena pemerintah saja, juga membentuk beragam institut dan universitas yang dipandang akan dapat membantu kinerja pemerintahan. Maka dari itu, lembaga zakat saat ini juga memandang perlu adanya itu,” jelas Amin Suma.

Di negeri ini, tentu hal yang berkaitan dengan zakat berbeda dengan negara lainnya. Karena di Indonesia zakat diatur dalam undang-undang. Tentu sangat berbeda jika kita melihat penyelenggaraan zakat di Malaysia dan Maroko. Di kedua negara tersebut tidak memiliki undang-undang zakat. Namun pengelolaannya yang diatur, karena semua sudah melekat di masyarakat.

Secara pribadi, Amin Suma mengapresiasi dengan adanya pendidikan atau sekolah untuk amil. Seperti halnya beberapa korporasi lain yang menghadirkan sekolah untuk menunjang kinerjanya. Tentu dengan pertimbangan yang ideal, adil dan merata sesuai semangat zakat itu sendiri. Seperti halnya Dompet Dhuafa yang sudah memulai dengan adanya Management Training dalam perekrutan amil, dan menginisiasi berdirinya IMZ.

“Mungkin sekolah amil ini dapat juga didirikan di sejumlah daerah, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat setempat atas urgensi zakat. Sehingga sesuai dengan spirit zakat itu sendiri yang adil dan merata. Jika perlu, hadirkan guru-guru yang mumpuni untuk mengembangkan potensi zakat, khususnya di daerah. Karena di daerah dari sisi dakwah jelas didapat, dari sisi pemerataan ekonomi dan pengetahuan juga jelas, dan itulah sesungguhnya spirit zakat, serta dapat menyasar mustahik dengan tepat,” tambah Amin.

Melihat pergerakan dunia zakat di masa lalu, Amin Suma menambahkan bahwa sebelum tahun 1990-an, seperti tidak ada orang yang ingin menjadi amil. Lantaran tidak ada penghargaan untuk profesi dan hanya berjalan Lillahi ta’ala atau gratis. Sehingga dengan adanya sekolah amil, diharapkan dapat menjadi standarisasi dalam memberikan penghargaan bagi para amil. Sehingga bisa lebih fair tentang standar ujrah atau upah untuk para amil, dan tentu akan menambah percaya diri bagi orang yang menjalani profesi tersebut.

Di akhir, tokoh yang juga merupakan Ketua Dewan Syariah bagi Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa tersebut, berpesan kepada generasi muda yang berprofesi sebagai amil. “Cintailah pekerjaan yang kita geluti, apapun bentuknya. Termasuk sebagai amil. Karena amil adalah profesi yang dihormati oleh agama, diakui oleh negara dengan undang-undang dan dinantikan oleh masyrakat. Tentu dengan adanya lembaga zakat, pengelolaannya lebih transparan. Sekali lagi, cintailah profesimu sebagai amil,” pungkasnya. (Dompet Dhuafa/Taufan YN)