JAKARTA — Indonesia terletak dalam posisi strategis, dari segi kekayaan laut yang melimpah, tanah yang subur, cuaca yang mendukung, menjadikan Indonesia kaya sumber daya alam. Namun sayangnya kekayaan alam yang melimpah ini tidak beriringan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Banyak kemiskinan yang masih menjamur. Faktornya beragam, dari mulai sengketa tanah, privatisasi sumber daya alam, hingga minimnya edukasi tentang pemanfaatan lingkungan yang baik dan benar.
Sehubung dengan itu, Yayasan The Habibie Center berkunjung ke Dompet Dhuafa untuk penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) tentang “Pengembangan Ekonomi Masyarakat” dengan optimalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi, pada Rabu (26/6/2019). Kedua lembaga baik The Habibie Center dan Dompet Dhuafa memiliki semangat serupa: semangat kemanusiaan dalam memberikan kehidupan yang lebih baik. Terutama bagi sahabat-sahabat dhuafa.
“Sebenarnya, selama 26 tahun sudah banyak pemberdayaan yang kami lakukan. Sebut saja kebun buah di Subang. Dua hasil olahan kebun buah tersebut adalah ekstrak buah dan selai. Selainya tidak hanya terbatas satu rasa yakni nanas, namun bisa memiliki rasa strawberry, blueberry dll. Itu berkat modifikasi hasil olahan pemberdayaan kebun buah. Melalui program tersebut juga mampu mengatasi tingkat pengangguran yang ada di sana. Lalu di Ronting, Flores, NTT, juga dicanangkan program membangun peradaban. Selain membangun masjid di sana, daerah tersebut memiliki potensi kelautan yang besar. Namun lagi-lagi persoalan teknologi yang kurang mutakhir, jadinya agak sulit untuk mengembangkan potensi lebih lanjut,” ujar Ismail A.Said, selaku Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika.
Selaras dengan itu, pihak The Habibie Center juga berkomitmen untuk mengembangkan teknologi ke tahap lebih lanjut demi kemaslahatan umat. Bahwa Indonesia mampu memanfaatkan potensi-potensinya yang terabaikan menjadi penggerak utama dalam kehidupan bermasyarakat.
“Salah satu legacy dari Pak Habibie ialah bagaimana memanfaatkan teknologi untuk menciptakan kegiatan-kegiatan industri yang berkembang. Bagaimana menerapkan teknologi untuk mengolah bahan-bahan dasar (sumber daya alam) yang ada di Indonesia. Karena teknologi tidak hanya sebatas membuat pesawat terbang saja. Contoh saja kelapa, Indonesia salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia yakni dengan memiliki 18 juta pohon kelapa. Jika dikembangkan lebih lanjut, terutama minyak kelapanya. Mampu berkontribusi di bidang kesehatan. Salah satunya pernah ada suami dari seorang dokter di Amerika, menderita penyakit alzheimer di usia 50 tahun. Sudah mencoba obatan-obatan kimiawi, tapi tidak menunjukkan kemajuan. Akhirnya sang istri mencari-cari literatur dan ketemu tentang pemanfaatan minyak kelapa untuk penyakit alzheimer atau pikun di Spanyol. Lalu dengan dosis tertentu, semisal mengonsumsi satu sendok makan tiap pagi dan malam. Walaupun memang belum ada dosis standar konsumsinya. Kemudian kurang lebih tiga bulan, suami dokter tersebut pulih kembali. Kelapa pada akhirnya memiliki potensi yang bagus,” jelas Prof. Dr. Sofian Effendi, selaku Ketua Dewan Pengurus Yayasan The Habibie Center.
Dengan banyaknya potensi yang digali dan banyaknya program pemberdayaan Dompet Dhuafa. Mampu mendorong peningkatan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi sahabat dhuafa.
“Banyak peluang yang bisa kita kejar. Tinggal kita pilih mana yang sangat mungkin,” tutup Ismail A.Said. (Dompet Dhuafa/Fajar)