Sintesis Wakaf dan Investasi

Susunan kubus kecil yang memiliki gambar berbeda-beda, salah satunya ilustrasi investasi dan wakaf

Apabila kita amati dengan saksama, deretan hotel bintang lima yang tepat berada di depan Masjidil Haram, Makkah, seluruhnya adalah aset wakaf produktif. Pada bagian depan deretan hotel bintang lima itu jelas bertuliskan waqaf Malik Abdul Aziz (wakaf dari Raja Abdul Aziz).

Traffic perhotelan di sekitar Masjidil Haram selalu dipadati jemaah umrah dan haji (pada musim haji). Maka itu, bayangkan berapa profit yang diperoleh hotel-hotel bintang lima berbasis wakaf tersebut. Makin besar profitnya, makin besar surplus wakaf yang diperoleh, dan makin besar pula kebermanfaatan yang diberikan kepada mauquf ‘alaih (penerima manfaat wakaf). Lebih dari itu, surplus wakaf bersifat berkesinambungan, karena pokok wakafnya tetap. Inilah strategisnya wakaf produktif.

Oleh karena itu, salah satu pekerjaan rumah bagi setiap lembaga wakaf adalah merumuskan strategi bagaimana caranya memiliki aset wakaf produktif strategis, semisal hotel bintang lima, di lokasi premium.

Dalam konteks ekonomi makro, makin banyak aset perekonomian strategis yang dimiliki umat melalui lembaga wakaf, maka akan makin mengurangi kesenjangan ekonomi. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kesenjangan ekonomi di negeri ini masih berada di peringkat lima besar dunia. Satu persen penduduk menguasai hampir separuh aset kekayaan nasional.

Baca juga: Hukum Wakaf Uang dan Manfaatnya Bagi Umat

Salah satu cara efektif untuk menguranginya adalah menggerakkan ekonomi berbasis wakaf secara akseleratif. Pertumbuhan wakaf mesti mampu menjangkau berbagai bidang ekonomi dan berkembang ekspansif.

Tentu saja ini tidaklah mudah. Membangun dan memiliki aset-aset ekonomi strategis memerlukan capital yang besar. Dalam konteks inilah, sintesis wakaf dan investasi dibutuhkan. Wakaf bisa dikawinkan dengan investasi untuk mengakselerasi pertumbuhan wakaf. Bahkan, bisa jadi melalui logika investasi inilah, gerakan wakaf bisa meluas dan berkembang.

Gambar menunjukkan ilustrasi investasi wakaf di pasar modal.
Ilustrasi wakaf sebagai investasi.

Lantas, bagaimana implementasinya? Setidaknya, ada dua strategi yang bisa ditempuh oleh lembaga wakaf. Pertama, membangun infrastruktur ritel wakaf dengan pola wakaf mu’aqat (wakaf berjangka). Wakaf mu’aqat merupakan alternatif bagi masyarakat yang belum siap berwakaf secara muabbad (wakaf selamanya). Wakaf mu’aqat dimungkinkan dalam tata kelola wakaf di Indonesia berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.

Pada praktiknya, umat Islam bergotong royong berwakaf tunai secara mu’aqat untuk membiayai sebuah proyek wakaf strategis. Nilai wakaf setiap wakif individu tercatat by system. Pada saat jatuh tempo sesuai waktu yang disepakati, pokok wakaf akan dikembalikan. Sementara, bagi hasilnya diwakafkan secara muabbad.

Dengan skema wakaf mu’aqat, wakif memperoleh pahala jariyah selama rentang waktu akad wakaf sampai jatuh tempo. Selanjutnya, wakif bisa memperoleh kembali pokok wakafnya pada saat jatuh tempo. Selain itu, wakif masih tetap memperoleh bagian pahala jariyah dari nilai bagi hasil yang diwakafkan secara muabbad.

Baca juga: Mengenal Potensi Budi Daya Ikan Bandeng, Program Integrasi Zakat dan Wakaf

Dalam hal ini, tugas penting lembaga wakaf memastikan studi kelayakan sebuah proyek wakaf produktif harus valid berdasarkan data dan fakta. Prospek bisnisnya mesti bagus. Dengan demikian, proyek wakaf strategis tersebut nantinya bisa menghasilkan surplus signifikan.

Kedua, mengakses investasi perseorangan maupun perusahaan. Artinya, lembaga wakaf harus membuka jaringan kepada para pengusaha atau perusahaan yang mau bekerja sama membiayai proyek wakaf strategis dengan skema bagi hasil dalam jangka waktu tertentu.

Dengan skema di atas, investor berhak memperoleh bagi hasil dari surplus wakaf yang dihasilkan dalam kurun waktu yang disepakati. Setelah kurun waktu tersebut tercapai, maka aset wakaf tersebut sepenuhnya diwakafkan kepada lembaga wakaf. Pengusaha atau perusahaan investor tidak lagi memiliki kepemilikan saham pada aset wakaf produktif tersebut.

Pertanyaan lanjutan, bagaimana cara mengakses para pengusaha atau perusahaan yang siap membiayai proyek wakaf dengan skema investasi? Di sinilah pentingnya lembaga wakaf membangun dan memperluas jaringan relasi strategis, baik dalam maupun luar negeri.

Kita tidak kekurangan para pengusaha dan konglomerat muslim. Hanya, barangkali belum terkonsolidasi menjadi satu kekuatan besar. Dalam hal ini, boleh jadi gagasan investasi wakaf bisa menjadi sarana untuk mempertemukan para pengusaha muslim dan menyatukan mereka dalam gerakan membangun perekonomian strategis umat berbasis wakaf.

Karena itu, langkah strategis yang harus dilakukan lembaga wakaf adalah menuangkan gagasan sintesis wakaf dan investasi dalam narasi besar membangun perekonomian strategis umat berbasis wakaf. Kemudian, narasi ini dikaji, didiskusikan, dikritisi secara membangun. Pada akhirnya, disepakati dan dilaksanakan bersama-sama dalam rangka membangun peradaban wakaf Indonesia.

Ditulis oleh Muhammad Syafi’ie el-Bantanie
(Praktisi Lembaga Pengembangan dan Investasi Wakaf Dompet Dhuafa)