Suami Tak Mampu Lagi Bekerja, Sutiyem Bangkit Jadi Tulang Punggung Keluarga

Terik matahari begitu terasa siang itu. Terlihat, ibu berusia 50 tahun ini tengah melayani pembeli yang mampir di warung sembako sederhana miliknya di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Senyum dan sapa seringkali terlihat, di wajah ramah Sutiyem, ibu 4 orang anak yang merupakan penerima manfaat program Social Trust Fund (STF) Dompet Dhuafa.

Dengan penuh kegigihan dan kesabaran, Bu Tiyem demikian sapaan akrabnya sehari-hari ini menjalani usaha warung sembako yang menjadi ujung tombak penghasilan keluarganya. Sejak tahun 1993, ia mendirikan usaha warungnya dengan modal Rp 150 ribu.

“Jaman dulu belom krismon (krisis moneter), kalo apa-apa sekarang mahal. Ya Alhamdulillah, dulu sempat kepikiran buka warung dan bertahan sampe sekarang,” ujar Bu Tini.

Bu Tiyem mengaku, pasang surut dalam membuka usaha warung sembako pernah dirasakannya. Karena biaya pendidikan ke empat anaknya, ia sempat kehabisan modal usaha dan merasa pesimis dengan usaha warungnya.

“Iyah, karena modal usaha juga buat biaya anak sekolah, kebetulan waktu itu dua anak saya berbarengan masuk sekolahnya, yang satu mau masuk SD yang satu SMP,” tutur Ibu asal Ngawi, Jawa Timur ini.

Disaat  Bu Tiyem  membutuhkan modal usaha untuk melanjutkan usaha warung sembakonya, beruntung seorang tetangga dekat rumahnya memberikan saran kepadanya untuk bergabung dengan Social Trust Fund (STF) Dompet Dhuafa. STF sendiri merupakan program ekonomi Dompet Dhuafa yang memainkan peran sebagai bank orang miskin. Transaksi dominan yang dikembangkan adalah berbasis kepada akad dana kebajikan (Qardhul Hasan), yakni meminjam dengan pengembalian tanpa tambahan bunga maupun bagi hasil.

“Sekarang aja saya masih pinjam modal usaha sebesar Rp 4 juta, alhamdulillah angsuran berjalan lancar setiap pekannya” ungkapnya tersenyum.

Meski kehidupan ekonomi serba pas-pasan, Bu Tiyem tidak pernah mengeluh dan berputus asa. Kondisi ekonominya semakin melemah saat suami jatuh sakit dan tidak lagi menafkahi keluarga. Ia tidak ingin terus bersedih atas kondisi tersebut, dan berusaha bangkit.

“Suami saya dulu supir angkot, tapi karena dulu sempat sakit dan sekarang udah usia lanjut jadi nggak narik angkot lagi. Makanya saya bersyukur, dulu sempat kepikiran buka usaha warung dan berusaha dikembangkan saat ini,” jelasnya.

Kini, usaha warung sembako Bu Tiyem semakin berkembang, maju, dan selalu ramai dengan para pembeli. Dari hasil usahanya tersebut, ia mampu  mencukupi kebutuhan keluarga seperti, memberi uang saku sekolah anak-anaknya, kebutuhan dapur, modal usaha, dan sebagainya. (Dompet Dhuafa/Uyang)