TANGERANG — Seorang ibu tentunya akan rela melakukan apapun untuk merawat dan membesarkan buah hatinya dengan cara yang terbaik. Berjuang seorang diri, menjadi single mom apalagi sang buah hati masih kecil, membutuhkan perjuangan di luar kemampuan. Selain daya juang yang tinggi dari si ibu, dukungan moril maupun materiil pun sangat dibutuhkan untuk perjuangan para ibu-ibu tunggal ini.
Salah satu ibu sang pejuang anak adalah Elsa Marisa Sitompul (40), perempuan tangguh berdarah batak, dari Medan, Sumatera Utara. Saat ini, Elsa tinggal di kontrakan petak kecil di Kelurahan Pinang, Kecamatan Pinang, Kota tangerang, berdua dengan pendekar kecilnya, Rasya Afkar Ghifari (8). Singkatnya, karena suatu hal, Elsa harus mengakhiri status sebagai istri pada April 2021 lalu. Sejak itulah ia harus berperan sebagai ibu dan juga bersosok ayah untuk Rasya.
Meski tak terbayang olehnya akan kejadian semacam ini, namun Elsa dengan teguh hati meyakini semua pasti akan ada hikmahnya. Ia pun tak akan pernah putus asa berusaha memberikan kasih sayang yang terbaik bagi anaknya. Segala cara yang baik pun ia coba lakukan, mulai dari pendidikan Rasya hingga apa yang bisa ia kerjakan untuk memenuhi kebutuhan.
Duduk di bangku kelas 2 SD, Rasya sejatinya merupakan anak yang padai dan cepat berkembang. Ia mengaku suka berhitung hingga sangat menyukai pelajaran matematika, suka menggambar dan mewarnai hingga memenangkan beberapa perlombaan, mengikuti les bahasa Inggris hingga menguasai beberapa gerakan bela diri.
Sebagai seorang ibu yang bangga akan keterampilan anaknya, Elsa tak ingin perkembangan anaknya terhambat hanya karena ibu dan ayahnya berpisah atap. Keteguhannya dalam menjalani kehidupan mandiri sejak kecil, menjadikannya bertindak terus tabah dan kuat. Elsa mengisahkan, sejak usia TK, ia sudah ditinggal oleh sang ayah. Kejadian itu mengharuskannya tinggal dengan hanya kasih sayang dari sang ibu. Pada usianya yang ke 19, ia ditinggal juga oleh sang ibu. Setelahnya ia kemudian merantau ke Jakarta untuk ikut tinggal bersama saudara.
Elsa sempat mengenyam pendidikan tinggi di sebuah kampus dan lulus sebagai sarjana hukum pada tahun 2009. Kemudian ia melanjutkan bekerja, hingga pada tahun 2011, ia dipinang dan selanjutnya memilih tinggal di Ciledug. Selama 10 tahun menjalani hidup berumah tangga, nyatanya ia harus pisah. Malangnya, kebetulan saat itu dalam kondisi sulit masa pandemi covid-19.
“Sebenarnya saya ingin bawa Rasya ke kampung halaman di Medan. Besar di sana, hidup di sana. Namun karena kasihan, nanti dia tidak bisa ketemu sama ayahnya, jadi saya yang mengalah untuk tetap tinggal di sini,” ucapnya
Membuat kue dan gorengan akhirnya menjadi pilihan untuk mendapat pemasukan. Beberapa warung di sekitar tempat tinggalnya, ia datangi untuk bekerjasama menjualkan dagangannya. Setidaknya ada 3-4 warung yang setiap hari menerima kue dan gorengan buatan Elsa. Dari hasil ini ternyata tak banyak yang ia peroleh. Namun ia tetap bersabar dan bersyukur setidaknya mampu menutupi kebutuhan pokok sehari-hari. (Dompet Dhuafa / Muthohar)