TANGERANG — Selesai menjalani lima tahun perantauan di Pulau Dewata, Dani melanjutkan perjalanan hidupnya di Bekasi, Jawa Barat. Di sana, Dani tergabung dalam Komunitas Kelompok Usaha Bersama Penyandang Disabilitas (Kubependa). Kota Bekasi menjadi destinasi tak terlupakan bagi Dani. Karena di sana untuk pertama kalinya ia mendapatkan hobi baru setelah kehilangan kaki kanannya.
Sepertihalnya pemuda-pemuda lain, hobi Dani sebelum kehilangan kaki adalah sepak bola. Setiap hari, kakinya selalu gatal untuk menendang si kulit bundar. Rasa lelah pasca mengangkat pasir seakan sirna dengan ia berlari, menggiring, dan menendang bola. Tapi kini, dengan hilangnya kaki sebelah kanan, mebuat Dani tidak bisa lagi bermain bola seperti dulu.
“Sedih sih, dulu saya main bola terus. Sekarang kalau lihat bola, seakan-akan kaki ini bergerak sendiri. Ya walau cuma sekedar liat bola saja,” terang pria kelahiran 36 tahun silam.
Sekarang, Dani memiliki hobi baru, yaitu panahan. Bukan hanya sekedar hobi, Dani telah menghasilkan medali emas dari olahraga tersebut. Seseorang menemukan bakatnya pada September 2018 lalu. Dani dilatih selama beberapa bulan untuk persiapan Pekan Paralimpiade Daerah (Peparda) Jawa Barat 2018 di Cibinong, Bogor, dengan mewakili wilayah Bekasi. Terbilang singkat, namun Dani mengejutkan dengan mengukir prestasi medali emas.
“Tak pernah terbayang sih sebelumnya, tak kenal saya itu panahan, baru di sini. Tapi saya disuruh latihan dan ternyata bisa dan Alhamdulillah dapat prestasi,” tambah Dani, dengan bangga.
Dengan prestasi tersebut, Dani berkesempatan untuk mengikuti ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2020 nanti. Menjadi hal yang sama sekali tidak ia duga. Dengan kondisinya yang tidak sempurna, Dani diberi kesempatan untuk menjadi atlet. Uang tabungannya dari medali emas yang ia dapat di Peparda Jawa Barat, Dani belikan busur panah bekas. Dani serius ingin menggeluti olahraga Panahan.
“Saya kabarkan ke Keluarga di Aceh, mereka sangat senang. Tabungan saya belikan busur panah bekas. Karena memang itu adalah kebutuhan saya sendiri,” katanya.
Selain aktif berlatih panahan, hasrat Dani menemukan hal baru tetap membara. Dari komunitas Kubependa juga, Dani dipertemukan dengan Dompet Dhuafa. Awal tahun ini, Dani masuk dalam progam pelatihan Institut Kemandirian. Merupakan salah satu lembaga pelatihan skill wirausaha yang didirikan oleh Dompet Dhuafa untuk mengurangi kemiskinan.
Tiga bulan, terhitung dari Februari hingga April 2019, Dani akan dilatih untuk mandiri dengan skill yang ia pelajari di Institut Kemandirian. Uniknya, Dani lebih memilih bidang reparasi handphone untuk dipelajari di sana. Bidang yang sama sekali belum pernah ia kenal. Baginya, tidak ada batasan untuk belajar. Ia yakin suatu saat ingin membuka usaha counter handphone-nya sendiri.
“Saya tidak batasi diri saya, selama masih bisa belajar, kenapa tidak. Tak pernah berfikir sebelumnya saya bisa reparasi TV atau menjadi atlet panahan, mungkin sekarang saya bisa reparasi handphone,” jelas Dani.
Memasuki usia ke 36 tahun, Dani sadar tidak bisa terus bergelut di bidang panahan yang menuntut fisik kuat. Suatu saat nanti, Dani bercita-cita bisa membuka kios counter handphonenya sendiri. Kalau bisa, ia juga ingin mengajak teman-teman sesama penyandang disabilitas. Ilmu yang ia dapat dari Institut Kemandirian dirasa Dani sangat berguna bagi dirinya.
“Fisik ini ada batasnya, suatu saat saya ingin punya counter sendiri, ingin ajak teman-teman sesama disabilitas juga,” tambahnya.
Dengan kondisi yang sekarang, Dani percaya bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk berkembang. Hal itu ingin ia tularkan kepada setiap yang bernasib sama seperti dirinya. Disabilitas bukanlah kondisi yang membuat orang berhenti untuk bermimpi, namun titik awal untuk menggapainya.
“Saya berpesan kepada kawan-kawan di luar sana yang bernasib sama seperti saya. Jangan jadikan kondisi kita yang seperti ini membuat berhenti bermimpi, potensi kita masih terlalu banyak untuk disia-siakan. Terus menantang diri kita,” tegas Dani. (Dompet Dhuafa/Zul)