TANGERANG — Agustus 2006 menjadi waktu yang paling ingin dilupakan, lantaran ada peristiwa tragis yang menimpanya. Saat ditanya mengenai kejadian tragis tersebut, Hamdani Id (36), hanya bisa menjawab bulan kejadian, ia tidak bisa menjawab detil tanggal dan waktu dimana ia kehilangan kaki kanannya. Sore hari di ruang kelas Institut Kemandirian Dompet Dhuafa, Karawaci, Tangerang, Hamdani Id bercerita tentang perjalanan hidupnya.
Sepertihalnya pemuda di usianya, di Desa Kuyun, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Dani begitu ia sering disapa, bekerja sebagai buruh tambang pasir. Tugasnya ialah menaikan pasir ke atas truk, setelahnya dibawa ke pemesan. Oleh karena itu, badannya menjadi kekar berotot, dan kulitnya menghitam, karena sering terpapar matahari. Walau seperti itu, ia sosok yang sangat ramah lembut terhadap lawan bicara. Sepanjang pembicaraan, tak lepas senyum mengembang dari wajahnya.
Sekeras apapun ia mencoba, yang Dani ingat hanyalah ketika ia sadari kakinya tidak bisa diselamatkan. Saat itu ia bekerja seperti biasa, selesai menaikan pasir, entah bagaimana kakinya terjepit pintu truk. Sayangnya, sopir tidak menhyadari hal tersebut. Kecelakaan kerja itu menjadi kenangan pahit yang tidak ingin Dani ingat kembali.
“Saya tidak ingat tepatnya, hari apa atau tanggal berapa. Lagipula itu kenangan pahit. Lebih baik jangan diingat, haha,” terang Dani, sembari bercanda.
Karena luka yang terlalu parah, medis terpaksa mengamputasi kaki kanan Dani. Sejak itu, Dani tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bukan karena kakinya yang hilang, namun semangat hidupnya yang hilang.
“Saya syok sekali saat itu. Apa yang bisa saya lakukan dengan kondisi seperti ini?” jelas Dani, sambil menunjuk kaki kananya.
Namun dengan ketidaksempurnaanya tersebut, Dani kembali menemukan jatidirinya. Dani yang sebelumnya belum pernah keluar dari wilayah Aceh dan Medan, bertekat untuk bisa merantau. Dani yakin dirinya harus bangkit, karena tidak ada yang bisa mengubah nasibnya selain dirinya sendiri.
“Saya yakin, dengan kondisi seperti ini, saya harus bisa bangkit. Saya tidak bisa terus-menerus seperti ini. Pasti ada takdir Allah yang lain, kenapa harus kaki saya dihilangkan,” lanjut Dani, dengan semangat.
Niat Dani seperti disambut baik oleh Allah, dengan keikutsertaanya dalam kegiatan pelatihan reparasi TV yang diadakan oleh pemerintah setempat. Dani memulai pelatihannya di Medan. Selesai mengikuti pelatihan, Dani semakin optimis dengan nasibnya. Dirinya diberikan kesempatan untuk dipekerjakan di Bali bersama teman-teman sesama penyandang disabilitas. Bekerja di Bali selama kurang lebih lima tahun, membuat Dani merasa tidak sendirian.
“Banyak teman-teman yang nasibnya sama seperti saya. Tapi mereka lebih giat untuk bekerja dan berkarya. Di situ saya merasa tidak sendirian dan termotivasi lagi lebih kuat,” tambah Dani. (Dompet Dhuafa/Zul)