JAKARTA — Kepergian Zainal (60)meninggalkan kampung halaman 39 tahun lalu untuk mencari kehidupan yang baik. Setelah mencoba berbagai pekerjaan, pria tamatan SMP ini memilih untuk berjualan bakso sejak 1985.
Zainal berdagang bakso dengan berkeliling menggunakan gerobak. Biasanya zainal mangkal di Mampang Prapatan dan Pejaten. Para konsumennya adalah karyawan yang berkantor di sana. Zainal memang hanya bisa berjualan bakso, namun dari hasil jualan inilah ia bisa menyekolahkan ketiga anaknya.
Setiap hari, Zainal mampu menjual hingga seratus porsi bakso. Harga jual yang ia patok sebesar Rp 10.000 per porsi. Namun, tidak selalu dijual dengan harga segitu.
“Saya nggak pernah nolak orang beli. Mau beli berapapun saya layani, kasian orang yang ngga punya duit. Mau beli lima ribu, enam ribu, atau sepuluh ribu, aku terima. Tapi targetnya ya sepuluh ribu,” ujar Zainal ketika ditemui di Pulogadung, Jakarta Timur.
Selama tiga puluh tahun berjualan bakso, diakui oleh Zainal, tidak ada hambatan yang berarti. Penghasilan yang terkadang turun dirasa wajar. Zainal pun tidak setiap hari berjualan. Pada hari minggu ia beristirahat, karena biasanya tidak banyak orang yang membeli. Hari Minggu pun Zainal pakai untuk berkumpul dengan anggota keluarganya.
Sebagai pedagang bakso keliling, tentu cita-cita Zainal adalah memiliki tempat berjualan yang tetap. Oleh karena itu, ketika ada tawaran untuk ikut serta dalam pelatihan yang diadakan oleh Dompet Dhuafa dan Miwon. Pelatihan yang akan berlangsung selama satu tahun ini mencakup kewirausahaan, kepemimpinan, keamanan dan kehalalan pangan dan teknologi pengolahan bakso, serta kelembagaan sosial untuk memanajemen koperasi.
Dengan mengikuti pelatihan ini Zainal berharap keuntungannya bisa meningkat sehingga cita-citanya naik haji dapat segera terwujud. (Dompet Dhuafa/Erni)