SUKABUMI — Sebanyak 235 Peserta Equal Opportunity For Empowerment (EOE)- Siap Kerja Siap Usaha (SAKU) yang terdiri dari usia 18-34 tahun baik laki-laki atau perempuan, telah memasuki periode Pelatihan Keterampilan (Hard Skill). Pelatihan keterampilan tersebut terdiri dari pelatihan menjahit (20 peserta), otomotif (35 peserta), komputer (35 peserta), pengolahan pangan (20 peserta), salon (20 peserta), mengemudi (20 peserta), las (16 peserta), teknisi hp (16 peserta), dan pemandu wisata (53 peserta).
Program tersebut merupakan salah satu konsorsium yang diinisiasi oleh Mitra Kunci, USAID. Di Sukabumi ada EOE – SAKU yang dijalankan oleh Coca-Cola Foundation Indonesia, sebagai lead consorsium-nya, dan Dompet Dhuafa. Di Jawa Tengah, dengan program SINERGI (Strengthening Coordination for Inclusive Workforce Development) yang dijalankan oleh Rajawali Foundation dan Yayasan Transformasi Kebijakan Publik Indonesia. Terakhir di Jawa Timur dengan program Ayo Inklusif yang dijalankan oleh Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya, Christoffel Blindenmission (CBM), dan United Tractors. Kesemua konsorsium tersebut tidak lepas untuk mengemban tugas mencetak pemuda-pemudi yang kompeten demi menyambut Revolusi Industri 4.0.
Program EOE – SAKU sendiri ditargetkan untuk 250 peserta. Meski seharusnya kegiatan tersebut ditargetkan untuk 400 peserta, mengingat pasti akan ada yang drop out. Dikarenakan factor mentalitas di masyarakat, khususnya di Sukabumi.
“Ada yang keluar lantaran sudah mendapatkan pekerjaan, dan alasan lain. Ini merupakan tantangan bagi kami maupun para trainer untuk membekali peserta dengan karakter dan attitude yang mampu menghadapi persaingan industri saat ini. Bahwa sekedar memiliki keterampilan saja tidaklah cukup,” ujar Vicky Agung Wibisono, selaku perwakilan Mitra Kunci, USAID, ketika ditemui di kelas Pelatihan Otomotif dan Las.
Untuk itu, sebelum mencapai periode Pelatihan Keterampilan, peserta sudah diberikan pelatihan tentang soft skill, dan kewirausahaan demi membentuk karakter masing-masing peserta. Setelah itu, mereka akan memasuki periode magang agar apa yang telah mereka dapatkan selama ini dapat tersalurkan.
Lalu alasan mengapa Sukabumi dijadikan pilot project adalah demi menyelaraskan visi-misi Pemerintah Sukabumi, yakni terwujudnya Sukabumi yang religious dan mandiri. Untuk mencapai kemandirian itu ialah dengan melalui sector agribisnis, pariwisata dan industri berwawasan lingkungan.
Selain itu, kegiatan tersebut juga untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di Sukabumi, begitu juga lembaga-lembaga lokal.
“Banyak lembaga lokal yang belum terlalu kompeten untuk mengelola capacity building. Nah, Dompet Dhuafa sendiri dipilih sebagai mitra, lantaran memang sudah terbukti lewat pencapaiannya untuk ikut dalam kegiatan. Begitu juga dengan lembaga-lembaga lainnya yang ikut terlibat. Bahkan tidak menutup kemungkinan lewat kerja sama ini, mampu meningkatkan peserta yang ditargetkan 7.000 peserta di seluruh wilayah,” tutup Vicky. (Dompet Dhuafa/Fajar)