KARAWANG — Selama konflik agraria yang terjadi sejak tahun 2013 di Teluk Jambe, puluhan petani ditangkap dan dipenjara. Sedangkan ratusan lainnya terusir dari kampung halaman. Situasi para petani di Teluk Jambe, Karawang, masih mengalami penindasan dari beberapa aspek. “Kami bahkan tak mendapatkan akses listrik dan hanya memanfaatkan air tadah hujan sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari,” ujar Tejo, Ketua Paguyuban Petani Teluk Jambe.
Meski telah menempati lahan baru yang disediakan oleh pemerintah, bukan berarti kehidupan nyaman menanti masyarakat, setelah konflik tersebut. Sekuat tenaga, bilik-bilik berdinding papan dan terpal mereka bangun. Setidaknya sebagai peneduh dari panas dan hujan. Jadilah kini sekelompok masyarakat yang tengah membangun kembali kehidupannya. Terhitung tiga bulan sudah mereka menempati lahan baru.
Saat ini, Dompet Dhuafa mulai menginisiasi pembangunan masjid sebagai awal peradaban baru masyarakat di Teluk Jambe. Keberadaaan masjid ini akan menjadi yang pertama dan sangat dinantikan kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat Teluk Jambe. Diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan dan memberikan pendampingan agama bagi masyarakat dan juga sarana pendidikan bagi anak-anak. “Jangankan masjid, gubug sendiri saja kami belum sanggup,” ujar Budi, salah satu warga Teluk Jambe.
Pada Jum’at (15/12), sebagian warga Teluk Jambe berdatangan menuju lokasi proses pembangunan masjid pertama untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat di lokasi tersebut. Ini akan menjadi shalat Jumat pertama bagi warga Teluk Jambe di lahan baru mereka. Di atas tanah beralas tikar secukupnya, adzan dikumandangkan juga lantunan doa dan ayat-ayat suci dilafalkan.
Selain diharapkan menjadi pusat kegiatan sosial masyarakat, masjid ini akan dimanfaatkan dan dimakmurkan dengan kegiatan pengajian atau pendidikan anak-anak. Juga para tokoh agama dapat menjalankan perannya secara maksimal sebagai pendamping program dan pengajar. “Istri saya bilang, tidak ingin masjidnya dinamai Al-Hijroh. Takut hijrah (berpindah) terus, trauma terusir lagi,” lanjut Budi.
Perencanaan membangun masjid dengan model setengah badan, yakni satu meter dari tanah merupakan tembok permanen. Kemudian bagian atasnya adalah menggunakan bilik bambu. Model bangunan ini disesuaikan dengan keadaan masyarakat pada saat ini dan kearifan lokal setempat. Membangunan sarana tempat wudhu dan toilet yang akan dipergunakan untuk menunjang kegiatan masjid, serta penampungan air dengan tandon. Karena saat ini tidak ada aliran listrik dan kedalaman sumur melebihi 100 meter.
Pendampingan warga Teluk Jambe mulai dari Dapur Umum saat mereka tinggal untuk aksi demo di kantor LBH Jakarta, Psikososial Anak dengan dongeng ceria dan pemutaran film di rumah aman kontras Jakarta, Aksi Layanan Sehat, Rekreasi ke Monas untuk anak-anak dan Ibu-ibu petani, dan kini mencoba mewujudkan mimpi, masjid pertama di sana, buah dari kebaikan para donatur.
Sebelumnya, Dompet Dhuafa bersama para masyarakat Teluk Jambe telah melaksanakan gelaran doa bersama dan peletakan batu pertama di atas lokasi pembangunan masjid tersebut pada 18 Oktober 2017. Secara simbolis berlangsung khidmat, seiring keberkahan rintik hujan yang turun sore itu. “Masjid ini kami bangun dengan harapan sebagai awal kehidupan di Teluk Jambe. Dapat menjadi pusat ibadah dan aktivitas pendidikan untuk anak-anak kelak,” ujar Arif R. Haryono, selaku Manager Advokasi Dompet Dhuafa Filantropi. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)