Zaka ? Mumun: Romansa Sepasang Manula Di Gubuk Tua

BOGOR — Dalam Islam, ikatan pernikahan merupakan ikatan yang suci dan sakral. Hal itu menjadi pengikat cinta dua insan untuk disatukan dalam sebuah keluarga. Tetapi fenomena yang menarik namun patut disayangkan, angka perceraian di Indonesia tergolong yang tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Data Kementerian Agama menunjukan, sepanjang tahun 2010-2013 sebanyak 300.000 lebih kasus perceraian terjadi setiap tahunnya. Motifnya pun berbeda-beda, namun yang menarik 70% perceraian terjadi karena motif ekonomi.

Ditengah mirisnya data yang ditunjukan tersebut, tampaknya pasangan Kong Zaka (82) dan Mbah Mumun (80) patut menjadi contoh kesetiaan cinta yang cocok untuk ditiru bagi pasangan manapun. Bagaimana tidak, pasangan yang tinggal di Desa Waru Jaya, Waru, Parung, Bogor, ini hanya tinggal di sebuah gubuk tua beralaskan tanah, berdinding bilik, sumur yang kering, dan berpondasi kayu yang sudah lapuk. Namun rasa saling melengkapi, mereduksi semua kedukaan yang selama ini akrab dengan kehidupan mereka.

“Mbah sama engkong udah tua, kalo si engkong sakit ya mbah yang rawat dia. Begitu juga kalo mbah sakit, ya si engkong yang rawat mbah. Abis siapa lagi? Mbah kan ga punya anak,” Ucap Mumun sembari menatap wajah Zaka.    

Zaki, salah seorang warga Desa Waru menuturkan, dahulu Kong Zaka adalah seorang muadzin yang sangat rajin ke Masjid. Tetapi sejak katarak menyerang penglihatannya dan kaki sudah tak kuat melangkah ke masjid yang jaraknya memang lumayan jauh, Kong Zaka hanya melaksanakan shalat di rumah saja.

“Kadang saya sedih juga biasa shalat di masjid sekarang udah gak bisa. Semoga Allah ampuni saya nantinya,” harap Kong Zaka.

Beruntung, ditengah kesedihan dan rasa hampir putus asa, Mumun selalu hadir membesarkan hati Zaka untuk menerima keadaan. Pun dengan kondisi ekonomi mereka, merasakan uang berlebih saja mereka hampir tak pernah. Keadaan kekurangan sangat melekat dengan kehidupan mereka. Zaka yang dahulu bekerja sebagai petani, penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka berdua.

Saat ini rumah yang menyerupai gubuk menjadi saksi dan teman setia kebersamaan mereka dalam mengarungi hidup. Untuk kebutuhan makan sehari-hari, biasanya mereka dapat dari tetangga sekitar yang iba dengan kondisi mereka. Jika persediaan logistik mereka sudah habis, Zaka dan Mumun terpaksa keliling ke tetangga sekitar untuk sekedar meminta beras meski harus berjalan dengan tergopoh-gopoh dan menggunakan tongkat untuk menopangnya.

“Saya suka sedih kalo keliling kampung, rasanya saya jadi beban warga kampung. Tapi saya merasa ga punya pilihan lagi,” ujar Zaka dengan berurai air mata.

Sebagai seorang istri, Mumun menyadari keadaan yang dihadapi oleh mereka berdua adalah ujian dari Allah SWT agar kelak ia dan suami dapat melangkah dengan mudah ke Surga. Ia juga tak pernah menyesal hidup bersama Zaka yang selalu “berteman” dengan keterbatasan. Bagi Mumun masalah jodoh dan rezeki adalah sebuah takdir yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Allah dan manusia hanya perlu ridho untuk menerima ketetapanNya.

Melihat kebersamaan mereka dalam mengarungi hidup suka maupun duka, Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan, melalui Lembaga Pelayan Masyarkat, berusaha berkhidmat untuk keluarga Zaka dengan menghadirkan program Social Safety Net. Program tersebut untuk memenuhi jaminan kebutuhan pangan mereka sehari-hari, agar mereka tak perlu keliling kampung lagi untuk sekedar meminta beras. (Dompet Dhuafa/Rifky/LPM)