Zakat Saham dan Obligasi

Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pemegangnya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula. Selanjutnya, Yusuf al-Qaradhawi mengemukakan perbedaan antara saham dan obligasi.

Saham merupakan bagian dari harta bank atau perusahaan, sedangkan obligasi merupakan pinjaman kepada perusahaan, bank ataupun pemerintah. Saham memberikan keuntungan sesuai dengan keuntungan perusahaan atau bank, yang dasarnya bergantung pada keberhasilan perusahaan atau bank itu, tetapi juga menanggung kerugiannya. Sedangkan obligasi memberikan keuntungan tertentu (bunga) atas pinjaman tanpa bertambah atau berkurang.

Pemilik saham berarti pemilik sebagian perusahaan dan bank itu sebesar nilai sahamnya. Sedangkan pemilik obligasi berarti pemberi utang atau pinjaman kepada perusahaan, bank ataupun pemerintahaan. Deviden saham hanya dibayar dari keuntungan bersih perusahaan, sedangkan bunga obligasi dibayar setelah waktu tertentu yang ditetapkan.

Selama perusahaan tersebut tidak memproduksi barang-barang atau komuditas-komuditas yang dilarang, maka saham menjadi salah satu objek atau sumber zakat. Sedangkan obligasi sangat tergantung kepada bunga yang termasuk katagori riba yang menarik adalah bahwa sebagian ulama, walaupun sepakat akan haramnya bunga, tetapi mereka tetap menyatakan bahwa obligasi adalah suatu objek atau sumber zakat dalam perekonomian modern ini.

Muhammad Abu Zahrah menyatakan bahwa jika obligasi itu kita bebaskan dari zakat, maka akibatnya orang lebih suka memanfaatkan obligasi dari pada saham. Dengan demikian orang akan terdorong untuk meninggalkan yang halal dan melakukan yang haram. Dan juga bila ada harta haram, sedangkan pemiliknya tidak diketahui, maka disalurkan kepada sedekah.

Secara umum pola pembayaran dan penghitungan zakat saham dan obligasi adalah sama dengan zakat perdagangan. Demikian pula nishabnya adalah senilai 85 gram emas, sama dengan nishab zakat perdagangan dan sama dengan nishab zakat emas dan perak. Hal ini sejalan dengan sebuah hadits riwayat Abu daud dari Ali bin Abi Thalib sebagaimana termaktub dalam bab 1. Sebagaimana dikemukankan dalam bab terdahulu, bahwa menurut pendapat yang paling mu’tabar (akurat) 20 misqal itu sama dengan 85 gram emas.
Sebuah perusahan biasanya memiliki harta yang tidak akan terlepas dari tiga bentuk:
Harta dalam bentuk barang, baik yang berupa sarana dan prasarana, maupun yang merupakan komoditas perdagangan.

Harta dalam bentuk uang tunai, yang biasanya disimpan di bank-bank.
Harta dalam bentuk piutang. Maka yang dimaksud dengan harta perusahaan yang harus dizakati adalah ketiga bentuk harta tersebut, dikurangi harta dalam bentuk sarana dan prasarana dan kewajiban mendesak lainnya, seperti utang yang jatuh tempo.

Dari penjelasan diatas maka dapatlah diketahui bahwa pola perhitungan zakat perusahaan, didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar atau seluruh harta (di luar saran dan prasarana) ditambah keuntungan, dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5 % sebagai zakatnya.

 

 

 

Sumber artikel: noe2xpoenya.blogspot.com dan redaksi

Sumber gambar: inmagine.com