Kisah Kaum Rentan Yang ‘Move On’

Pada awalnya mereka adalah pengangguran dan kalangan dhuafa, namun berikutnya menjadi pengusaha bahkan penolong. Semangat Move On membuncah di dada mereka—alumni Institut Kemandirian Dompet Dhuafa.

Pengalaman pahit-getir memulai usaha masih segar dalam ingatan Alif Suryana (31). Enam tahun silam usai menjalani pelatihan teknisi hand phone (HP) di Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa, ia membuka usaha di atas trotoar.

“Tepatnya di terminal Kampung Rambutan. Saya sudah tidak lagi peduli akan rasa malu saat itu. Berbagai pengalaman yang tidak enak dan enak saya rasakan di sana,” ujar Alif.

Pahit dan manis memang mengiringi perjuangan Alif dalam usahanya. Kepanasan dan kehujanan menjadi “menu harian” bagi pria kelahiran Pandeglang, Banten ini. Bahkan, penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja kerap ia alami.

Dari usaha bermodal awal sebesar Rp 700 ribu itu, Alif mengais rezeki. Dengan ketekunan dan semangat untuk mengubah taraf hidup, usaha Alif pun berkembang. Alhasil, ia memiliki toko sendiri di Jatih Asih, Bekasi, Jawa Barat.

“Alhamdulillah saya dapat mengembangkan usaha ini menjadi dua toko,” ujar pria yang hanya lulusan SMA ini.
Alif pun bahkan melebarkan usahanya di bidang lain. Kini usaha Alif sudah merambah ke bidang properti. Ia menilai, selagi ada peluang, ia harus mencobanya.

Sebelum menjadi peserta pelatihan IK, Alif sebelumnya hidup dalam ketidakpastian. Ia hampir tidak punya arah dan pekerjaan tetap. Setiap hari ia mengandalkan pekerjaan serabutan.

“Saya sangat bersyukur, pertemuan dengan IK mengubah hidup saya menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Rekan-rekan positif bertebaran di IK,” kenangnya.

Perjuangan serupa dialami Faisal Garuda (44), alumni pelatihan teknisi HP IK Dompet Dhuafa lainnya. Pria yang tinggal di Cengkareng, Jakarta Barat ini pun berkisah saat dirinya membuka usaha pada 2007. Dengan modal ilmu saat mengikuti pelatihan, ia membuka usaha tanpa modal uang.

“Waktu itu saya pinjam peralatan teknisi yang gak dipakai di IK. Soalnya gak ada yang berani pinjam. Daripada gak dipakai, IK pun memberikan pinjam alat tersebut. Saya memberanikan diri buka usaha servis HP,” kenangnya.

Kini usaha yang dirintis Faisal memetik hasil. Ia bisa mencukupi kebutuhan istri dan keempat anaknya dengan usaha sendiri. Lebih dari itu, ia pun melebarkan usahanya dengan membuka kursus servis HP dan jasa desain serta percetakan.

Guna berbagi ilmu yang didapat, ia juga membuka Yayasan Garuda Mandiri. “Saya dulu dilatih dan dimandirikan. Saya pun ingin melatih dan memandirikan orang lain juga karena dari pelatihan saya merasakan betul manfaatnya,” kata pria kelahiran ini.

Melalui yayasan tersebut ia membuka pelatihan teknisi bagi anak-anak jalanan. Tujuannya agar mereka memiliki keterampilan dan bisa hidup dengan keterampilan tersebut.

Pada tahun pertama didirkan, sebanyak 15 orang anak jalanan diberi pelatihan secara cuma-cuma. Faisal meyakini bila membantu orang, Tuhan pun pasti akan membantunya. “Ada kepuasaan tersendiri memandirikan orang lain. Saya senang bisa berbagi dengan mereka,” ucap Faisal.

Faisal yang juga pernah membuka usaha sablon ini pun acapkali diundang untuk menjadi pengajar di berbagai pelatihan termasuk di IK. Dalam setiap pelatihan tersebut Faisal tak hanya fokus soal teknis, tetapi juga bagaimana memotivasi peserta pelatihan.

Role model entaskan pengangguran
Alif dan Faisal merupakan dua dari ribuan alumni IK Dompet Dhuafa. Sejak 2005 hingga akhir 2013, sebanyak 4.168 orang menerima manfaat. Berdiri di atas tanah wakaf serta beroperasi dengan dana zakat dan infak, IK adalah role model yang ditawarkan Dhuafa untuk mengentasan penggangguran dan kemiskinan.

Deputi Direktur Pendidikan Dompet Dhuafa Sri Nur Hidayah menuturkan, dalam program pendidikan, IK menjadi salah satu jejaring yang berupaya memberdayakan masayarakat melalui pelatihan ketrampilan. Para pemuda pengangguran diajak untuk mandiri dengan memiliki keterampilan praktis.

Penerima manfaat adalah mustahik usia produktif yang bisa menulis dan membaca serta dalam keadaan menganggur. Program IK dijalankan dengan target akhir pada keterampilan dan karakter penerima manfaat,” jelas Nur Hidayah.

Karakter yang dimaksud Nur Hidayah ialah pola pikir dan mental baru untuk menjadi manusia mandiri. Mereka didorong untuk membuka usaha sendiri, alih-alih hanya bekerja sebagai karyawan.

Berbagai pelatihan keterampilan digelar IK Dompet Dhuafa. Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan antara lain pelatihan teknisi HP, otomotif sepeda motor, salon muslimah, hardware komputer (PC, Laptop) & desain grafis, tata busana, dan mengemudi.

Setelah menyelesaikan pelatihan, para peserta masih mendapatkan pendampingan karir hingga mereka mampu bekerja atau berwirausaha. Semua pelatihan tidak dipungut biaya. Selain didanai dari dana zakat dan infak juga berasal dari dana Corporate Socal Responsibility (CSR) berbagai perusahaan.

Hadirnya IK sejatinya menjadi instrumen mententaskan kemiskinan. Memberikan pelatihan kewirausahaan dan keterampilan secara gratis dari dana zakat diharapkan menjadi model pengentasan kemiskinan yang tidak parsial. Jadi, bantuan yang diberikan bukan berupa uang yang diberikan secara langsung.

“Jika menyimak kisah-kisah keberhasilan mereka yang tercebur karena penangguran yang dialaminya, kunci menolongnya terletak pada kepedulian. Indahnya kepeduliaan. Bagaimana kepedulian masyarakat lewat donasi yang disumbangkannya menyebar, menggelorakan etos produktif, mendorong muamalah yang adil dan semangat berbagi,” pungkas Nur Hidayah. (gie)