Prinsip Islamic Social Finance dalam Pengelolaan Zakat dan Wakaf

Seminar ISF di UIN Walisongo, Semarang (15/12/2022)

SEMARANG, JAWA TENGAH — ISF (Islamic Social Finance) berupa Zakat dan Wakaf adalah bagian dari Sistem Ekonomi Islam. Ekonomi bukan hanya soal keuangan (keuangan pun terbagi keuangan sosial dan keuangan komersial). Selain sektor keuangan, ada sektor produksi, sektor perdagangan, dan sektor logistik.

Lalu, di atas sebuah sistem, ada nilai-nilai yang menjadi prinsip bagi sistem itu. Ada paradigma-paradigma yang tidak boleh diabaikan, yang kalau diabaikan maka sistemnya akan rusak. Nilai, prinsip, paradigma, itu semua sering disebut dengan istilah FILOSOFI. Filosofi yang dijadikan dasar suatu gerakan sosial disebut IDEOLOGI.

Maka, pengelolaan Zakat dan Wakaf tidak dapat dipisahkan, karena keduanya adalah bagian inherent dari ISF. Dan ISF adalah bagian dari Ekonomi Islam. Dan Ekonomi Islam memiliki Filosofi / Ideologi tersendiri yang berbeda dari sistem-sistem ekonomi lain.

Maka pengelolaan Zakat dan Wakaf tidak boleh didasari dengan nilai-nilai komersial yang individualistik kapitalistik. Dalam ekonomi Komersial Kapitalistik yang diutamakan adalah: Kepemilikan Individu dan Penumpukan Aset. Sedangkan dalam ISF yang diutamakan adalah: Menebar Manfaat dan Memberdayakan.

Maka Zakat Wakaf dengan yang dikelola dengan semangat Memiliki dan Menimbun Aset pasti akan gagal. Zakat dan Wakaf harus dikelola dengan semangat Filantrofi. Jangan berniat memperkaya diri dalam mengelola Zakat dan Wakaf. Jangan berniat menjadikan Zakat dan Wakaf sebagai karir untuk kemasyhuran dan popularitas diri.

Baca Juga: https://www.dompetdhuafa.org/anugrah-syariah-republika-2022-pulih-dan-tangguh-bersama-ekonomi-syariah/

Filantropi (bahasa Yunani: philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia) adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia, mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain.

Juga tidak tepat memahami Zakat dan Wakaf semata-mata dari aspek syariah saja. Syariah itu aturan-aturan hukum yang normatif. Sedangkan ekonomi bukan semata aturan hukum. Ekonomi itu meliputi permodalan, produksi/operasi, penjualan, akuntansi, lisensi, pengembangan bisnis (business development), manajemen, teknologi, dan entrepreneurship.

Banyak orang setelah mengikuti pelatihan Ekonomi Syariah, khususnya Zakat Wakaf, tidak dapat mengembangkan kegiatan Zakat dan Wakaf, karena yg baru dipahami adalah aspek hukumnya saja. Sebagai kegiatan ekonomi ada aspek-aspek lain yang harus dipelajari, utamanya entrepreneurship and management.

Kalau cuma belajar Ekonomi Syariah saja, ya cuma cocok jadi ustadz pendakwah syariah saja. Baru tahap literasi, terutama literasi Zakat dan Wakaf. (Dompet Dhuafa / KH Wahfiudin Sakam SE MBA – Dewan Syariah DD)