Kapan Waktu Pelaksanaan Ibadah Haji? Ini Penjelasan Menurut Al-Quran

waktu-pelaksanaan-ibadah-haji

Ibadah haji menjadi satu ibadah yang didamba-dambakan oleh seluruh umat muslim di mana pun berada. Meski berhaji termasuk ke dalam Rukun Islam yang kelima, namun kenyataannya tidak semua umat Islam dapat menjalankannya. Hanya sebagian saja yang dimampukan oleh Allah Swt untuk pergi berhaji ke Tanah Suci. Waktu pelaksanan ibadah haji pun telah ditentukan oleh Allah Swt, seperti yang dikatakan-Nya dalam QS al-Baqarah:

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Penjelasan Ayat Al-Quran

Sesuai dengan ayat di atas, musim atau waktu pelaksanaan haji yakni dilakukan pada beberapa bulan yang dimaklumi, yaitu mulai bulan Syawal, Zulkaidah, hingga 9 Zulhijah atau malam ke-10 Zulhijah, yaitu malam lebaran Iduladha.

waktu-pelaksanaan-haji
Ilustrasi jemaah haji di Masjid Nabawi, Arab Saudi.

Baca juga: Ibadah Haji 1444 H, Ini 8 Tempat Mustajab di Mekkah dan Madinah

Ayat di atas tak menyebutkan kata musim atau waktu dalam redaksi ayat. Hal ini dilakukan untuk memberi kesan bahwa bulan-bulan itu sendiri telah memiliki kesucian pada dirinya dan juga akibat terlaksananya ibadah haji dalam periode itu. Kesan ini, pada gilirannya, mengharuskan setiap orang, baik yang melaksanakan haji maupun yang tidak, untuk menghormatinya dan tetap memelihara kesuciannya. Caranya adalah dengan menghindari bukan hanya peperangan, melainkan juga segala macam dosa.

Bulan-bulan yang dimaklumi, yakni bulan yang sudah diketahui oleh masyarakat Arab sejak sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Maka barangsiapa yang mewajibkan atas dirinya dengan menetapkan niat untuk melaksanakan haji dalam bulan-bulan itu, maka hendaklah ia mengetahui bahwa tidak ada rafats atau hubungan intim, tidak ada kefasikan atau perbuatan buruk dan jahat, serta tidak ada pula jidal atau pertengkaran, di dalam masa melaksanakan haji.

Anak kalimat “dalam bulan-bulan itu” mengisyaratkan bahwa haji tetap dapat terlaksana walaupun tidak dilaksanakan sepanjang bulan Syawal hingga 9 Zulhijah. Dengan demikian, waktu pelaksanaan haji tidak seperti waktu puasa Ramadan yang wajib dilaksanakan sejak awal Ramadan hingga akhirnya, kecuali yang memiliki uzur (halangan) yang dapat dibenarkan mengganti puasanya pada hari-hari yang lain.

sejarah-pembangunan-kabah
Ka’bah di Mekkah.

Baca juga: Sejarah Pembangunan Ka’bah dan Renovasinya Seiring Zaman

Bulan-bulan tertentu yang telah dimaklumi atau diketahui itu, antara lain merupakan waktu permulaan berniat untuk melaksanakan haji. Menurut pendapat sebagian besar ulama, niat berhaji yang dilakukan sebelum bulan-bulan tersebut, tidaklah sah.

Di sisi lain, meskipun waktunya demikian panjang, yakni 2 bulan 10 hari, namun ada malam-malam haji yang tidak sah dilaksanakan kecuali pada hari-hari tertentu. Seperti wukuf di Arafah yang tidak boleh sebelum tanggal 9 Zulhijah, tidak juga setelah terbitnya fajar 10 Zulhijah. Waktu yang berkepanjangan itu, antara lain dimaksudkan untuk memantapkan niat, melakukan persiapan bekal jasmani dan rohani, serta melakukan perjalanan yang hingga kini—lebih-lebih di masa lalu—membutuhkan waktu yang cukup lama.

(Dompet Dhuafa/Ustaz Ahmad Fauzi Qasim/Ronna)