Menanti Bukti dari Janji Gubernur Terpilih

Menyimak Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta kemarin, saya teringat ketika Obama berhasil memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 2008. Meski Obama pemenang pemilihan presiden Amerika Serikat, namun seakan-akan masyarakat di seluruh dunia seperti mempunyai pemimpin baru, harapan baru, semangat baru. Kendati tak sedikit juga yang mempunyai kekhawatiran baru.

Bahkan bila dilihat dari proses pencalonan, pelaksanaan pemilu, hingga upacara pelantikannya, hampir seluruh dunia menyoroti, memperhatikan dan mengikuti perkembangannya. Di Indonesia saja, sedikitnya empat media televisi menyiarkan secara langsung upacara pelantikannya. Teman-teman kecil dan guru-gurunya sewaktu tinggal di Indonesia membuat perayaan khusus menyambut pelantikannya. Entah, sepertinya sebagian besar masyarakat dunia begitu menyambut gembira dengan terpilihnya Obama.

Pemilukada DKI 2012 menurut hitungan rekapitulasi sementara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta, telah menghasilkan pemimpin baru ibu kota negeri ini. Sepertinya tak jauh dengan suasana AS dengan presiden barunya kala Obama menang, banyak yang bersuka cita, tidak hanya warga Jakarta, tapi juga yang berkepentingan dengan adanya perubahan di Jakarta.

Sisi unik pemilukada DKI 2012 ini adalah, pemenangnya, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), merupakan “orang baru” di Jakarta. Hal ini karena mereka bukan berasal dari Jakarta. Keduanya merupakan mantan pemimpin di daerah. Jokowi merupakan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, sedangkan pasangannya Basuki ialah mantan Bupati Belitung Timur, Bangka Belitung. Fenomena ini memberikan gambaran bagaimana semangat perubahan Jakarta selaku Ibu Kota Indonesia menyedot perhatian dari seluruh warga Indonesia.

Jakarta dengan segala kompleksitasnya: kesemrawutan tata kota, kemacetan, banjir, dan masalah kumuh, dan kemiskinan telah membuat warga Jakarta menginginkan perubahan. Perubahan ke arah lebih baik tentunya. Warga Jakarta merindukan Jakarta yang tanpa macet—paling tidak meminimalkannya. Warga pun sudah gerah dengan banjir yang melanda Jakarta acapkali musim hujan tiba. Dan setumpuk permasalahan lainnya.

Mau tidak mau, sadar atau tidak sadar, semua masalah di atas telah menanti pasangan terpilih. Segala janji yang diutarakan saat masa kampanye wajib untuk direalisasikan. Pasalnya, janji adalah utang. Terlebih ekspektasi warga Jakarta ingin melihat Jakarta yang lebih terkelola dengan baik selepas Pemilukada DKI tersebut. Lebih baik dari sisi tata kelola, maupun dari sisi kesejahteraan warganya.

Satu hal yang tidak bisa dikesampingkan adalah perhatian dan keberpihakan terhadap kaum marginal. Kaum marginal yang selama ini sering dikunjungi dan diajak dialog saat kampanye harus tetap menjadi prioritas utama. Sikap peduli dan keberpihakan mereka harus tetap konsisten dilakukan. Karena merekalah, sejatinya orang-orang yang sangat membutuhkan perubahan. Perubahan hidup penuh kesulitan menjadi hidup yang lebih sejahtera.

Namun demikian, siapapun pasangan yang terpilih melayani warga Jakarta kelak tidak akan bisa efektif bila segenap warga tidak turut serta bekerja. Warga Jakarta harus bekerja sama dalam agenda perubahan tersebut.

Adalah mustahil banjir dapat tertangani bila warganya masih sering buang sampah sembarangan. Mimpi Jakarta bebas dari kemacetan juga kandas bila warganya gemar melakukan pelanggaran lalu lintas, misalnya menerbos jalur bus way. Semua perubahan yang diinginkan selama ini tidak akan terlaksana apabila tidak ada kesadaran dan dukungan dari warganya.

Pada akhirnya, segala problematika Jakarta yang kita cintai ini tidak bisa diatasi oleh satu atau dua orang. Sinergisitas semua komponen masyarakat dan pemerintah selaku pemangku kebijakan menjadi kombinasi ideal. Semoga pemimpin Jakarta yang baru bisa merealisasikannya. Selamat menjadi pelayan warga Jakarta.